REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kasus yang menjerat Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo atau mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, bisa menjadi momennya.
"Perlu adanya dorongan penerapan terhadap perkara-perkara lainnya juga," kata aktivis (ICW) Tama S Langkun, saat dihubungi Republika, Ahad (19/5).
Ia mengatakan, KPK memang banyak mendapat kritikan menyangkut kasus politisi Partai Demokrat, Angelina Sondakh, yang hanya dilakukan pemblokiran rekening pada kasus korupsi di Kementerian Pendidikan. Namun, ia berdalih, mulai terlihat adanya pembenahan di KPK.
Tama mencontohkan, KPK sudah menjerat anggota DPR, Wa Ode Nurhayati, dengan tindak pidana pencucian uang. Pidana ini juga menjerat mantan bendahara Partai Demokrat, M Nazaruddin, dalam kasus pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia.
Sekarang, jaksa penuntut umum KPK juga mendakwakan TPPU pada Djoko terkait dugaan korupsi pengadaan driving simulator SIM di Korps Lalu Lintas Polri.
Ia juga mengatakan, ada juga dugaan tindak pidana pencucian uang dalam kasus suap kuota impor daging sapi yang menjadikan Luthfi sebagai tersangka.
Menurut Tama, hingga saat ini penerapan TPPU memang belum maksimal. Menurut dia, KPK terlihat memerlukan adaptasi untuk menerapkan undang-undang yang ada.
Apalagi, ia mengatakan, KPK baru mempunyai kewenangan untuk menyidik TPPU setelah adanya Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. "Hal itu sudah dilakukan. Sekarang KPK harus memaksimalkan undang-undang yang ada," kata dia.
Tama mengatakan, ICW sudah lama mendukung penggunaan TPPU dalam pemberantasan korupsi. Mengingat pada undang-undang sebelumnya tentang TPPU Nomor 15/2002 yang telah diubah UU Nomor 25/2003, KPK tidak mempunyai kewenangan.
Berdasar undang-undang itu, yang berwenang menyelidiki adalah kepolisian dan kejaksaan. Bahkan kini, menurutnya, ICW juga tengah mendukung adanya peraturan mengenai perampasan aset. "Wacana ini sudah berkembang. Kami berharap diatur lebih serius," katanya.
Mengenai penggunaan undang-undang TPPU sendiri, menurut Tama, masih ada perbedaan persepsi. Ia mengatakan, mengenai proses pembuktian terbalik ketika tindak pidana asalnya belum diketahui.
Menurut dia, hal itu perlu adanya masukan dari berbagai pihak sehingga penerapannya dapat dilakukan secara maksimal. Pada intinya, ia mengatakan, ICW mendukung penerapan TPPU itu. "Uang yang mengalir dari kejahatan itu harus dihabiskan semua," katanya.