REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon anggota legislatif (caleg) Partai Gerindra, Ferry Jualiantono mengaku kecewa dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memberlakukan peraturan secara umum, narapidana yang pernah menjalani masa tahanan selama lima tahun, tidak boleh nyaleg. Mantan aktivis itu berpendapat, seharusnya peraturan itu dikecualikan untuk narapidana politik.
“Sebab narapida politik itu tidak melakukan kejahatan, ia hanya memiliki pemikiran berbeda dengan rezim yang berkuasa sehingga terpaksa menjalani tahanan,” kata Ferry di Gedung KPU, Jumat, (17/5).
Ferry menyebut, berdasarkan hasil verifikasi KPU, ia dinilai tidak memenuhi syarat untuk nyaleg karena pernah menjadi narapidana politik. “Makanya saya menunjuk kuasa hukum untuk mengadvokasi hak saya untuk nyaleg,” ujarnya.
Jika KPU tidak mengecualikan narapidana politik dalam aturannya, menurut Ferry, maka para mantan aktivis yang pernah menjadi narapidana politik karena berseberangan dengan rezim orde baru, tidak memiliki kesempatan untuk maju ke parlemen. Padahal, mereka juga ikut berjuang demi kemajuan demokrasi.
Sementara Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan, narapidana politik seharusnya tetap diperbolehkan ikut nyaleg. Sebab mereka tidak melakukan tindakan kriminal.
Makanya, ujar Ray, ketika KPU menolak seorang caleg karena dia menjalani masa tahanan lebih dari lima tahun saat menjadi narapidana politik, ini tidak adil. “Seharusnya KPU membuat aturan dengan definisi yang jelas, jangan semua dipukul rata,” ujarnya.