Jumat 17 May 2013 18:30 WIB

Jumlah Kian Bertambah, Depok Butuh Alat Uji Keamanan BTS

Rep: Alicia Saqina/ Red: Djibril Muhammad
 Seorang petugas melakukan pengecekan rutin perangkat menara BTS Telkomsel (ilustrasi).
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Seorang petugas melakukan pengecekan rutin perangkat menara BTS Telkomsel (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Pemerintah Kota (Pemkot) Depok menyatakan, hingga saat ini jumlah Base Transmission Station (BTS) di kotanya sudah berdiri 496 menara.

Melihat kian tergugahnya para perusahaan komunikasi yang hendak berinvestasi di Depok dengan mendirikan BTS, maka Diskominfo membutuhkan perangkat alat untuk memeriksakan level standar keamanan jamaknya tower yang sudah berdiri di Kota Belimbing ini.

Sekretaris Diskominfo Kota Depok Agung Sugih Arti mengatakan, untuk memenuhi pemeriksaan level keamanan berdirinya ratusan BTS, Depok harus memiliki tiga alat uji ukur tersebut.

Ia mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengupayakan kepemilikan perangkat alat uji ukur ini. "Kita sedang persiapkan alat untuk periksa BTS-BTS yang katanya  meresahkan warga," ujar Agung kepada Republika, Jumat (17/5).

Alat ini sangat dibutuhkan Depok untuk memeriksa tingkat keamanan berdirinya BTS yang jumlahnya kian banyak.

Kepala Seksie Pos dan Telekomunikasi Diskominfo Depok, Yenny Fransisca mengatakan, tiga alat ukur uji keamanan tersebut masing-masing yaitu, grounding tester, geiger muller, dan spectrum analyzer. "Tiga alat ini totalnya sekitar Rp 500 juta," ujarnya.

Dengan harga per alatnya, sekitar Rp 150 juta. Yenny menjelaskan, masing-masing alat memiliki fungsi pengukur. Ia mengatakan, grounding tester berfungsi sebagai pengukur penangkalan petir terhadap bangunan yang ada di sekitar BTS.

Geiger muller berfungsi untuk mengukur radiasi yang dipancarkan BTS. "Sedangkan spectrum analyzer, untuk mengukur antarfrekuensi," ujarnya.

Menurut Yenny, fungsi terakhir alat yang disebutkannya itu ialah untuk mengetahui batasan-batasan frekuensi antar BTS.

"Jadi kita dapat mengetahui pemakai frekuensi-frekuensinya, siapa-siapa saja, apakah sudah melewati. Ini kan barang tidak terlihat ya. Sehingga, apa yang selama ini masyarakat khawatirkan, bukan katanya-katanya saja," paparnya.

Ia menambahkan, adapun radius minimal yang diperuntukkan berdirinya tiap BTS ialah 200 meter. "Radiusnya, titik atau zona hexagonal yang bentuknya lingkaran 200 meter," ujarnya lagi.

Agung menjelaskan, Diskominfo ingin memastikan, apakah ketidakamanan dan ketidaknyamanan yang dirasakan masyarakat selama ini akan keberadaan BTS yang berdiri dekat dengan permukiman, benar terjadi. Atas hal itu Pemkot Depok, ucap Agung, selalu berupaya melaksanakan tugasnya dalam menjalankan fungsi pengawasan. "Pemerintah sebagai penengah, sebagai wasit," ujarnya.

Ia menerangkan, kepemilikan perangkat alat uji ukur BTS dan perlunya diatur keberadaan ratusan BTS yang ada di Depok tersebut, bukan hanya untuk sisi estetika kota saja. Tetapi diutamakan, untuk keamanan masyarakat.

Mengingat jumlah BTS yang berdiri di Depok sebanyak hampir 500 menara ini, Yenny pun menerangkan, Diskominfo memiliki sejumlah solusi untuk meminimalisasinya. Salah satunya yaitu kamuflase tower. "Jadi keberadaan tower BTS dikamuflasekan, misal ditutupkan diantara reklame," katanya.

Tak hanya itu, Agung mengungkapkan, solusi lainnya untuk mengatur BTS ialah dengan mendirikan Tower Bersama. Beberapa perusahaan komunikasi diatur jaringan dan frekuensinya dalam satu tower gabungan.

"Biar everybody juga happy gitu lho. Dan, BTS-BTS yang sudah ada ini untuk diatur juga keberadaannya,'' tutur Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement