REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Institut of Tropical Disease Universitas Airlangga kini tengah mengembangkan obat antimalaria yang berasal dari ekstrak kulit batang buah cempedak.
"Kulit biji cempedak sejak tahun 2001 sudah kami teliti untuk obat-anti malaria," kata Ketua Tim Penelitian Obat Anti-Malaria ITD-Unair Dr Aty Widyawaruyanti, MSc, di Laboraturium Departemen Farmasi dan Fitokimia Universitas Airlangga Surabaya, Kamis (16/5).
Para peneliti menggunakan kulit batang cempedak yang hanya berasal dari Kalimantan. "Dipilih yang berasal dari Kalimantan, karena di wilayah inilah jenis ini paling unggul," kata Aty.
Kulit batang tumbuhan dengan nama latin Artocarpus champedem yang diproses menjadi ekstrak ini memiliki sekelompok senyawa yang teruji klinis mampu membunuh parasit malaria. "Ada beberapa senyawa yg kami isolasi dan uji coba. Salah satunya lebih aktif dari Kina," kata Aty.
Karena lebih aktif, maka senyawa yang diketahui bernama Heteroflavanon C dikatakan Aty memiliki senyawa yang lebih unggul dibandingkan dengan kina.
"Hasil uji klinis hingga kini masih berlangsung kepada 60 orang," ujar Aty yang menambahkan bahwa ini merupakan fase kedua yang harus dilewati.
Dari empat fase, para peneliti sudah melewati fase pertama yang merupakan fase toksik, yang bertujuan untuk melihat toksisitas kepada subjek. "Tapi, untuk obat herbal langsung loncat ke percobaan kepada orang sakit," jelas Aty.
Sementara itu, untuk fase ketiga dan keempat dilakukan saat obat sudah mulai dipasarkan.