Kamis 16 May 2013 22:43 WIB

DKP Jabar Menduga Transaksi Ikan Bocor di Luar TPI

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Djibril Muhammad
Tempat Pelelangan Ikan
Foto: Antara
Tempat Pelelangan Ikan

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jabar menduga, ada kebocoran transaksi jual beli ikan diluar Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Terutama, dilakukan nelayan Pantura.

Menurut Kepala DKP Jabar Ahmad Hadadi, kebocoran terjadi karena ada praktik jual beli ikan yang dilakukan nelayan di tengah laut. Para nelayan, memilih menjual di atas kapal ketimbang mengirim ke TPI.

"Salah satu alasannya, kapal mereka sudah penuh jadi ikan yang ada dijual ke nelayan lain. Ini terjadi di Pantura," ujar Hadadi kepada wartawan, Kamis (16/5).

Nelayan yang melakukan praktik tersebut, kata Hadadi, rata-rata dalam dua bulan berlayar di laut bisa menghasilkan ikan yang cukup banyak dengan menggunakan kapal 30 gross ton (GT). DKP sejauh ini belum bisa melakukan pendataan berapa kebocoran yang terjadi karena aktifitas tersebut sulit dipantau.

"Mereka transaksi di tengah laut, kerugian buat kami adalah potensi hasil tangkap yang didapat nelayan jadi tidak terdata," katanya.

Selain itu, menurut Hadadi, kerugian yang ditanggung pemerintah adalah terkait retribusi. Karena, transaksi dilakukan di luar TPI sehingga restribusi yang ada tidak masuk ke kas pemerintah. "DKP memperoleh laporan adanya transaski di luar TPI itu, dari masyarakat," katanya.

Menurut Hadadi, kerugian retsibusi  terkait transaksi di tengah laut tersebut, belum ada angka pastinya. Agar praktek tersebut bisa diminimalisir, Hadadi menyarankan pengelola TPI untuk membangun kesadaran pada para nelayan.

Hadadi mengatakan, sistem pembayaran di TPI harus bisa lebih fleksibel dalam melakukan pembayaran pada nelayan. Karena, ada nelayan yang inginnya bisa langsung dibayar cash. "Sepertinya harus didorong agar ada koperasi nelayan yang mengelola TPI," katanya.

Menurut Hadadi, Dinas Perikanan dan Kelautan Jabar membentuk Forikan (Forum untuk peningkatan Konsumsi Ikan). Forum ini, anggotanya terdiri dari lintas instansi pemerintah, swasta, asosiasi perikanan, serta LSM. Tujuannya, untuk menyosialisasikan dan menyinergikan program/ kegiatan yang ada di masing-masing institusi dengan program nasional Gemarikan.

"Konsumsi ikan di Jabar, sebenarnya termasuk sedang. Karena, di Indonesia yang tergolong masih rendah, Jateng, Yogyakarta dan Jatim. Khusus Yogya masih di bawah 15 kg perkapita pertahun," katanya

Hadadi berharap, dengan dibentuknya Forikan ini target konsumsi ikan di Jabar bisa meningkat. Yakni, pada 2013 konsumsi ikan di Jabar berdasarkan ketersediaan sebesar 29 kg perkapita pertahun. Sementara target nasional, pada 2013 ini konsumsi ikan bisa mencapai 35 kgperkapita pertahun.

"Kami mengangkat isteri gubernur Jabar sebagai ketua, diharapkan gerakan ini mendapat dukungan dari berbagai pihak terutama masyarakat luas. Jadi, ada akselerasi," katanya.

Menurut Hadadi, Forikan Indonesia ini dibentuk berdasarkan surat keputusan Mentri Kelautan RI No 29/MEN/2006 tanggal 20 September 2006. Selain bisa mencerdaskan masyarakat, kata dia, peningkatan konsumsi ikan diharapkan bisa berimplikasi pada dunia bisnis.

Kalau konsumsi meningkat, kata dia, maka pembelian pun akan mengalami peningkatan. Tentunya, peningkatan konsumsi harus diiringi dengan memperhatikan aspek-aspek kualitas kepuasan masyarakat dalam mengkonsumsi ikan tersebut. 

Pelaksanaan Forikan ini, dilakukan dengan menyiapkan rencana strategis sebagai landasan pelaksanaan program. Selain itu, pihaknya pun menyiapkan bahan koordinasi dan sinkronasi serta menyinergikan pelaksanaan kegiatan peningkatan konsumsi ikan nasional dengan unsur terkait.

Yakni, kata dia, dengan menyiapkan prosedur/ mekanisme pelaksanaan konsumsi ikan nasional. Selain itu, kalau ada permasalahan, Dinas Perikanan dan Kelautan Jabar pun akan melakukan fasilitas penyelesaian masalah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement