Kamis 16 May 2013 21:35 WIB

Terpidana Korupsi Gugat Undang Undang Korupsi

Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diajukan oleh seorang terpidana korupsi, Samady Singarimbun.

Pemohon ini menguji Pasal 2 ayat (1) beserta penjelasan UU Tipikor karena dinilai melanggar hak kontitusionalnya.

"Harapan kami sidang ini bisa membatalkan Pasal 2 ayat (1) tersebut. Minimal membuat persyaratan kondisional terhadap undang-undangnya," kata Kuasa Hukum Pemohon, Tonin Tachta, saat membacakan permohonannya di Jakarta, Kamis.

Pasal 2 ayat (1) berbunyi: "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar".

Menurut Tonin, banyak abdi negara menjadi terpidana korupsi akibat ketentuan tersebut karena dengan alasan negara dirugikan.

Padahal, lanjutnya, seperti yang dialami Pemohon, terkadang tindak pidana korupsi yang dinyatakan terbukti dalam pengadilan, merupakan pelaksanaan perintah dari atasan atau pejabat negara.

Dia mengatakan, sebenarnya Pemohon hanya menjalankan perintah atasan, bukan secara sengaja melakukan korupsi. "Saat melaksanakan tugas di sana (Rangkas Bitung), lima koperasi di sana tidak layak menerima dana bergulir berkaitan dengan kadar batu baranya karbonnya lebih dari dua persen, tetapi karena ada perintah dari Menteri, dari Deputi, maka itu tetap dijalankan dan yang bersangkutan sebagai anak buah harus mematuhi atasan," ungkapnya.

Atas kasus ini, pemohon dinyatakan bebas di Pengadilan Negeri Rangkas Bitung namun di tingkat kasasi dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 UU Tipikor sehingga harus menjalani hukuman di Lapas Suka Miskin, Bandung.

Atas permohonan ini, Ketua Panel Akil Mochtar mengingatkan bahwa permohonan ini sudah pernah diajukan dan ditolak oleh mahkamah. Akil menyarankan pemohon untuk memikirkan apakah melanjutkan atau menarik permohonannya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement