REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) dipandang perlu direvisi. Jaringan Advokasi Revisi UU PPTKILN (JARI PPTKILN) melihat UU tersebut merugikan pekerja migran. "Ada minimal 10 poin yang harus direvisi," ungkap Koordinator JARI PPTKILN Nurus S Mufidah saat bertandang ke harian Republika, Kamis (16/5).
Mufidah menerangkan kewenangan perekrutan dan penempatan untuk sektor domestik harus dilakukan pemerintah. Hal ini ungkap Mufidah, untuk melindungi kepantingan bisnis atau perdagangan manusia terselubung, "Kewenangan PJTKI harus dikurangi."Selama ini yang terjadi, terang Mufidah calon pekerja migran sudah tertipu dari awal perekrutan oleh calo.
Termasuk pendidikan dan pelatihan yang diserahkan kepada swasta. Hal ini mengakibatkan beban keuangan diberikan kepada calon pekerja migran. "Tempat pelatihan juga jauh dari domisili calon pekerja," katanya.
Selain poin perekrutan dan pelatihan, poin-poin seperti sistem asuransi, sistem bantuan hukum, sistem pendataan dan pengawasan perlindungan. "Jangan lupa pelayanan dan pemulangan pekerja masih bermasalah."