REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Berbagai tindak kekerasan dan rentetan kejadian negatif di Yogyakarta seperti halnya yang baru saja terjadi yakni pelemparan sejenis bom molotov ke SMKN 3 Yogyakarta bukan semata-mata perilaku jelek pelajar dan modal jelek Yogyakarta, melainkan ada pihak 'luar' yang menggerakkan.
Hal itu dikemukakan Ketua Dewan Pendidikan DIY Prof Wuryadi pada Republika, Rabu (15/5). Menurut dia, dari hasil pembicaraannya dengan berbagai pihak termasuk dari perwakilan Indonesia di PBB mengatakan bahwa Yogyakarta dikenal sebagai sumber calon-calon pemimpin nasional.
Karena dalam pendidikannya, para siswa dididik supaya mempunyai sikap politik tertentu. Sehingga hal itu tidak menguntungkan bagi pihak yang ingin merusak Indonesia, terutama pihak kapitalis.
Prof Wuryadi yang juga sesepuh Tamansiswa ini mengakui indikasi adanya pihak luar yang membuat 'kekacauan' di Yogyakarta sudah tercium sejak tahun 2005-an.
"Namun hal ini sulit diungkap karena pihak yang menggerakkan itu sangat tertutup, seperti operasi intelijen. Walaupun pelakunya sudah ada yang ditangkap, tetapi mereka tidak mudah untuk mengakunya dan tidak sederhana untuk mengungkapnya," kata dia.
Menurut Dosen Universitas Negeri Yogyakarta ini, waktu tahun 2006 ditengarai peredaran uang di Yogyakarta cukup tinggi dan tidak rasional. "Semula kami kira itu kiriman para orangtua untuk mahasiswa yang ada di Yogyakarta. Namun ternyata dari pihak bank melaporkan bahwa pengiriman uang di DIY melebihi kapasitasnya dan berarti ada transaksi yang tidak wajar," tuturnya.
Kemungkinan hal itu berkaitan dengan peredaran narkoba yang ada di Yogyakarta dan ternyata memang peredaran narkoba di Yogyakarta cukup tinggi yakni tertinggi kedua di Indonesia.
Di samping itu, pada 2007-2008 jumlah cafe-cafe di DIY mencapai ribuan jumlahnya dan banyak acara-acara di cafe yang melibatkan mahasiswa dan pelajar.
"Setelah kami laporkan kepada Gubernur, akhirnya Gubernur (red. Sultan Hamengku Buwono X) keliling sendiri menggunakan motor ke cafe-cafe dan ternyata banyak cafe yang tak berizin. Di cafe yang tak berizin tersebut terjadi transaksi narkoba. Peredaran narkoba di Yogyakarta ini memang sudah diproyeksikan oleh pihak luar," beber dia lagi.
"Jadi adanya tawuran di kalangan mahasiswa, perkelahian, peredaran narkoba dan hal-hal yang sifatnya negatif yang menimpa kalangan pemuda di Yogyakarta itu bukan karena semata-mata kualitas pelajar dan mahasiswanya, melainkan karena sebagian besar kejadian itu diproyeksikan oleh pihak-pihak luar Indonesia yakni dari negara yang bersumber kapitalis yang menginginkan Yogyakarta tidak menghasilkan pemimpin nasional lagi," katanya menjelaskan.