REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR, Marzuki Alie mengatakan, kebijakan menaikan harga BBM merupakan keputusan pahit yang mesti diambil pemerintah.
Sebab, keputusan itu akan berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat miskin. "Pahit dari segi pencitraan presiden," kata Marzuki kepada wartawan di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5).
Marzuki menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak ingin meninggalkan bom waktu kepada presiden penggantinya kelak. Menurutnya, situasi ekonomi sekarang tidak memungkinkan pemerintah menunda kenaikan harga BBM.
Ia mencontohkan, saat ini harga ICP minyak dunia sudah berada di kisaran USD 111 dolar dari asumsi awal USD 100 dolar. Belum lagi melemahnya kurs rupiah terhadap dolar dari seharusnya Rp 9.300 per dolar menjadi Rp 9.500 sampai Rp 9.700 per dolar. "Maka dana subsidi bbm yg disiapkan dalam APBN akan terlampau jauh dari dana yang disiapkan," ujar Marzuki menjelaskan.
Pilihan pahit menaikan harga BBM mesti diikuti program-program prorakyat. Hal ini agar efek negatif kenaikan BBM tidak terlalu berdampak pada masyarakat kecil. Marzuki misalnya mencotohkan perlunya meningkatkan anggaran beras miskin ke masyarakat, beasiswa, dan bantuan tunai. "Pasti perlu uang tunai," katanya.
Khusus mengenai bantuan langsung tunai, Marzuki menyatakan program ini akan berlangsung dalam tempo empat sampai enam bulan. Pemerintah, imbuh Marzuki, akan segera menyampaikan sikap resmi ke DPR. Dia berharap paling lambat awal Juni mendatang DPR sudah bisa menentukan sikap.