REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI)Zaldi Ilham Masita mengatakan, jika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinaikkan, maka pihaknya akan menaikkan harga jual kepada konsumen.
Menurutnya, kenaikan harga BBM terutama solar pasti memberi dampak inflasi. Dia menjelaskan, saat ini harga solar bersubsidi sebesar Rp 4.500 per liter. Jika dinaikkan menjadi Rp 5.500 maka diperkirakan memberi dampak biaya ongkos logistik sebanyak 10 sampai 15 persen.
“Memang tidak sampai memukul (usaha industri logistik),” ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (14/5) malam. Namun, lanjutnya, jika harga solar bersubsidi dinaikkan maka pihaknya pasti menaikkan harga kepada konsumen sebesar 10 sampai 15 persen.
Menurutnya, harga BBM jenis solar memang sudah waktunya dinaikkan dan menjadi satu harga saja. “Karena selama ini terjadi banyak penyalahgunaan akibat adanya kebijakan dua harga solar,” ujarnya.
Dia menuturkan, harga solar subsidi hanya berlaku di DKI Jakarta dan Jawa Barat sebesar Rp 4.500 per liter. Sementara harga solar di luar wilayah itu sebesar Rp 9.500 per liter. “Akibatnya solar yang bersubsidi seharusnya untuk truk barang dibeli oleh pelaku usaha industri logistik,” tuturnya.
Disinilah, tambahnya, penyalahgunaan solar menjadi lebih besar. Ditambah, perusahaan industri logistik lainnya sulit mendapatkan solar. “Jadi masalahnya sebenarnya bukan di harga, tapi pasokan ketersediaan solar,” ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, masalah infrastruktur juga dipermasalahkan. Menurutnya, selama Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memerintah Indonesia, proyek infrastruktur yang dikelolanya tidak berjalan.
“Pemerintah tidak membangun infrastruktur logistik yang sebenarnya dapat menurunkan biaya logistik dalam tiga tahun terakhir,” ujarnya.Dia berharap, ada solusi untuk masalah ini.
“Termasuk pemerintah yang dapat menjamin pasokan solar di seluruh Indonesia dari wilayah Sabang sampai Merauke,” katanya.