REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M. Nasser mengatakan Indonesia masih membutuhkan Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri guna melindungi segenap warga negara dari bahaya terorisme yang belakangan kembali mencuat.
"Kompolnas beranggapan bahwa rasanya tidak ada alasan untuk membubarkan Densus 88, bahkan melihat eskalasi
teroris yang semakin rajin berbaur dengan masyarakat," kutip Nasser dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Meski demikian, diakui Nasser ada banyak keluhan tentang siapa yang melakukan kontrol terhadap pekerjaan Densus 88. Hal ini karena banyak yang mempertanyakan bagaimana jika
Densus 88 digunakan untuk membungkam musuh politik.
Dia juga berpendapat bahwa sangatlah berlebihan bila masyarakat menaruh kecurigaan atas adanya penangkapan teroris sebagai pengalihan isu politik ataupun sekadar sebagai tindakan pencitraan kepolisian.
Kemudian, terkait dengan tindakan kekerasan oleh Densus 88 yang kerap kali dinilai tidak manusiawi dan kejam, hal itu menurut Nasser telah dilakukan sesuai dengan standar.
Menurut dia, kalaupun ada penembakan terhadap terduga teroris, hal itu dilakukan secara terpaksa dan merupakan pilihan terakhir yang akan diambil.
"Menangkap target hidup adalah sebuah keutamaan terbesar bagi Densus 88 karena berkesempatan untuk mendapat banyak informasi penting dalam pengungkapan jaringan (teroris)," katanya.
Diungkapkan Nasser pula bahwa selama ini Densus 88 memiliki standar prosedur operasional yang dinilai
Kompolnas memiliki kredibilitas dan akuntabilitas. Artinya, penembakan baru akan dilakukan saat standar prosedurnya jelas dan sesuai.
"Perintahnya jelas, semua target Densus 88 seharusnya ditangkap hidup-hidup, bila toh ada yang harus ditembak itu pasti karena ada bahaya yang menganga dan berpotensi menimbulkan korban," katanya.
Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri telah menangkap terduga teroris dari empat lokasi yang diduga menjadi sarang komplotan itu, yaitu Jakarta, Bandung, Kendal, dan Kebumen. Tujuh di antaranya tewas saat ditangkap, sementara 13 orang lainnya berhasil ditangkap hidup.
Kelompok ini merupakan sisa kelompok Abu Omar dan Autad Rawa. Pengakuan sementara, yaitu mereka melakukan pencarian dana untuk mendukung Mujahidin Indonesia Timur di Poso Pimpinan Autat Rawa dan Santoso.
sumber : Antara