REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Kepala Kepolisian (Wakapolri) RI Komjen Pol Nanan Sukarna membantah pihaknya mengundang pekerja media massa untuk meliput penggerebekan teroris di empat lokasi di Lampung, Bandung, Kebumen, dan Batang.
"Nggak benar kalau kami bawa media. Kami justru rugi karena kegiatan Polri akhirnya ketahuan pelaku teroris, sehingga ada satu senjata yang kami sita dalam keadaan kosong dan teroris lainnya pun kabur. Untuk itu, ke depan, kami perlu sinergi dengan pekerja media massa untuk memahami bahwa penggerebekan teroris adalah operasi senyap," katanya di Surabaya, Sabtu (11/5).
Didampingi Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah SH MM, ia mengemukakan hal itu di sela-sela Seminar Ekonomi Syariah dan Hukum dalam rangka Hari Lahir (Harlah) ke-90 NU dan seminar pra-Konperensi Wilayah NU Jatim.
Ia menjadi pembicara seminar bersama Menteri BUMN Dahlan Iskan, Wakil Ketua MK Prof Achmad Sodiki, pimpinan Bank Syariah BRI dan Mandiri.
Menurut Wakapolri, pihaknya masih diuntungkan dengan penggerebekan yang dilakukan secara serentak pada empat lokasi.
"Mungkin rekan-rekan media punya kontributor di daerah dan kontributor itu dekat polisi, tapi ke depan, rekan-rekan media harus tahu bahwa operasi teroris itu operasi senyap dan ada waktunya untuk dipublikasikan," katanya.
Selain itu, ia juga berharap ada sinergi dengan pekerja media massa untuk memberikan edukasi kepada masyarakat guna mencegah aksi terorisme.
"Karena itu, media massa perlu melakukan penyadaran tentang pentingnya upaya deradikalisasi, misalnya jangan sampai ada orang mencurigakan di kampunya, kalau ada ya laporkan polisi saja," katanya.
Dalam kesempatan itu, ia juga berharap media massa tidak menjadi media untuk penyebaran ajaran terorisme dan media massa justru menjadi 'corong' teroris, misalnya media massa melakukan wawancara yang bertolak belakang dengan mewawancarai keluarga pelaku terorisme.
"Tentu saja, orang tua bilang anaknya baik dan rajin shalat, tapi mereka tidak tahu kegiatan anaknya di luar. Kalau wawancara semacam itu yang dikembangkan justru akan menunjukkan bahwa polisi salah tangkap, padahal polisi melakukan penangkapan berdasarkan data," katanya.
Ia juga "meluruskan" bahwa Polri tidak bermaksud membunuh pelaku terorisme, karena pelaku terorisme yang tertangkap hidup masih lebih banyak jumlahnya daripada mereka yang terbunuh. "Ajaran mereka bertolak belakang dengan upaya Polri, kami ingin menangkap mereka hidup-hidup, tapi mereka justru ingin mati syahid," katanya.
Selain seminar ekonomi syariah, Harlah ke-90 NU dan Konperwil NU Jatim juga dirangkai dengan belasan kegiatan, di antaranya ziarah "muassis" (pendiri NU), seminar keagamaan tentang Syiah, pameran kaligrafi, donor darah, bedah kitab Mbah Hasyim Asy'ari, jalan sehat kiai-santri, istighatsah, bakti sosial anak yatim, dan pertunjukan wayang kulit.
"Bagi PWNU Jatim, seminar ekonomi dan hukum merupakan hal penting untuk menjadi bahan rekomendasi peserta Konperwil tentang berbagai persoalan aktual, lalu kami akan sampaikan kepada pemerintah. Ekonomi syariah itu penting untuk upaya pemberantasan kemiskinan yang masih dialami 40 persen masyarakat kita," kata Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah.