Jumat 10 May 2013 15:54 WIB

PPP Tak Sepakat Kompensasi Kenaikan BBM Berbentuk Tunai

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Karta Raharja Ucu
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).   (ilustrasi)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak setuju bila kompensasi kenaikan harga BBM diwujudkan dalam bentuk bantuan tunai.

Sebab, bantuan tunai bukan solusi mengatasi persoalan ekonomi masyarakat. "Kompensasi yang diberikan tidak harus bentuk tunai," kata Sekretaris FPPP, Arwani Thomafi ketika dihubungi ROL, Jumat (10/9).

Arwani mengaku sampai kini ia belum mendengar konsep bantuan tunai yang diberi nama Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) oleh pemerintah. Menurutnya, PPP akan mempelajari lebih dalam konsep lengkap dari pemerintah.

"Apa iya kompensasi itu harus dalam bentuk tunai? Lalu jangka waktunya sampai kapan kompensasi itu diberikan? Kalu enam bulan dari kapan diberikan?" tanya Arwani.

Kompensasi kenaikan BBM akn lebih berguna jika dimanfaatkan untuk perbaikan infrastruktur. Arwani mengatakan, saat ini publik membutuhkan peningkatan pembangunan di sektor energi dan pertanian. Sektor-sektor itu akan menjadi daya dorong produktivitas masyarakat miskin. "Bukan hanya pemanis sesaat saja," katanya.

Pemerintah jangan terjebak pada solusi jangka pendek. BLSM kendati disenangi rakyat tapi tetap tidak menyelesaikan persoalan kemiskinan.

Ia khawatir masyarakat akan berparadigma pragmatis dalam melihat solusi-solusi permasalahan yang di tawarkan pemerintah. "Sudah menjadi pakem, bahwa bantuan tunai itu sesuatu yang diniscayakan. Kasihan pemimpin kita setelah ini," ujarnya.

Kendati tidak sepakat dengan opsi BLSM, Arwani tidak berani bersikap tegas soal sikap fraksinya apabila pemerintah mengajukan opsi BLSM dalam proposal ke DPR. Ia berdalih masih ingin mengetahui lebih dalam sikap resmi pemerintah.

"Kita akan lihat dan baca dulu secara seksama apa yang jadi usulannya resmi pemerintah. Selama ini kan belum jelas mulai dari konsep dual price lalu berubah lagi. Jadi kita tunggu saja di DPR nanti," katanya mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement