REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Bank Syariah Bukopin Riyanto mengatakan larangan memfotokopi e-KTP akan menyulitkan kegiatan perbankan yang berkaitan dengan pendataan nasabah.
"Kalau tidak boleh foto kopi, kegiatan bank akan susah. Sampai saat ini foto kopi KTP itu kan harus dilampirkan dalam beberapa transaksi perbankan, misalnya saat pembukaan tabungan baru, pembukaan deposito dan lain-lain," ujar Riyanto.
Ia menilai ada sistem yang kurang bagus dalam implementasi e-KTP. Apabila perbankan harus menyediakan sendiri "card reader" e-KTP maka menurutnya, hal itu akan menjadi pemborosan bagi perbankan.
"Kalau bank harus punya itu berarti bank harus investasikan itu minimal satu buah di setiap kantor cabang, dan saya juga tidak tahu harganya berapa. Selain itu kalau memang dibutuhkan alat itu maka diperlukan penyesuaian baru," tukasnya.
Lebih jauh dia menjelaskan bahwa fungsi foto kopi KTP bagi perbankan sangat penting, sebagai praktik pendataan identitas para
nasabah.
Menurut dia tanpa foto kopi KTP maka kegiatan perbankan saat ini tidak bisa dilakukan, karena tidak ada lampiran identitas yang menjadi dasar untuk melakukan sebuah transaksi perbankan.
"Bagaimana kalau nasabah ingin melakukan perjanjian kredit, tanpa foto kopi KTP akan sulit untuk saat ini," ujar dia.
Meskipun demikian, Riyanto percaya ada maksud baik dari
Mendagri atas larangan tersebut, yakni demi menjaga keamanan lembaga pelayanan publik.
Dia menilai penggunaan
e-KTP beserta "card reader" bagi perbankan dalam jangka panjang akan sangat baik demi menghindari adanya pemalsuan data nasabah.
"Namun untuk jangka pendek artinya bank harus investasi dan perlu ada penyesuaian atas hal ini," tuturnya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui Surat Edaran (SE) No.471.13/1826/SJ melarang foto kopi e-KTP, dengan alasan praktik itu akan merusak fisik e-KTP.
Melalui SE tersebut Gamawan menekankan bahwa e-KTP tidak diperkenankan untuk difoto kopi, distapler dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP, sebagai penggantinya dicatat "Nomor Induk
Kependudukan (NIK)" dan "Nama Lengkap" orang bersangkutan.
Menurut SE tersebut, instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan dan Swasta wajib menyiapkan kelengkapan teknis yang diperlukan berkaitan dengan penerapan e-KTP, termasuk "card reader" sebagaimana diamanatkan Pasal 10C ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011.
Gamawan dalam SE tersebut mengimba semua unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, agar sudah memiliki "card reader" e-KTP paling lambat akhir tahun 2013, dengan alasan KTP non-elektronik terhitung sejak 1 Januari 2014 tidak berlaku lagi.
sumber : Antara