Senin 06 May 2013 15:05 WIB

UU Pemilu Digugat ke MK

Rep: Irfan Fitrat/ Red: A.Syalaby Ichsan
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.
Foto: Republika/Amin Madani
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mayor Jenderal (Purn) TNI Angkatan Darat (AD) Saurip Kadi mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konsitusi (MK), Senin (6/5). 

Saurip mengutarakan kegelisahannya akan kondisi demokrasi saat ini, terutama peran partai politik. Mantan Asisten Teritorial Kepala Staf TNI AD itu menilai, partai saat ini tidak lagi hadir untuk membela rakyat.

Menurutnya, undang-undang memberikan jalan bagi partai untuk memberangus hak konstitusional masyarakat. Padahal, Saurip berpendapat, partai seharusnya wadah perjuangan rakyat. "Partai sekarang omong kosong," kata dia, selepas mengajukan materi gugatan di Gedung MK, Jakarta.

Karena itu, Saurip mengajukan gugatan uji materil untuk beberapa pasal dalam empat undang-undang ke MK. Undang-undang (UU) itu adalah Nomor 2/2008 tentang partai politik dan UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Ia juga mengajukan uji materil UU Nomor 8/2012 tentang pemilihan anggota DPR,DPD dan DPRD. Satu undang-undang lainnya, yaitu Nomor 42/2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. 

Saurip mengatakan, beberapa pasal dalam undang-undang itu menjadi sumber kesemerawutan demokrasi. Ia menyoroti pasal 208 UU No 8/2012 tentang ambang batas parlemen (parlementary threshold).

Dengan pasal itu, partai peserta pemilu yang tidak mendapat perolehan suara minimal 3,5 persen tidak bisa menempatkan wakilnya di DPR atau DPRD.  "Kapan partai berusaha memperebutkan suara untuk bersaing?," tanya tokoh asal Brebes itu.

Menurut Saurip, dalam pemilihan legislatif, calon legislatif (caleg) yang bersaing memperebutkan dukungan suara, bukan partai. Namun dengan adanya pasal itu, partai menghalangi hak konstitusional masyarakat pemilih.

Sehingga, meskipun caleg mendapatkan suara terbanyak tetap tidak bisa menjadi wakil di lembaga tinggi negara. Alasannya, partai tidak bisa melebihi ambang batas perolehan suara dan itu telah menjegal suara masyarakat yang telah memilih calon wakilnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement