REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebuah lembaga non profit internasional, JHPIEGO berafiliasi dengan Universitas Johns Hopkins dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI), mengumpulkan empat bidan yang dinilai luar biasa dalam menjalankan tugasnya.
Empat bidan tersebut, akan tampil berbagi pengalaman mereka yang menginspirasi di @America, Jumat (5/3) siang ini.
Menurut Hartono Rakiman, Communication Manager JHPIEGO, kehadiran empat bidan tersebut, merupakan rangkaian perayaan Hari Bidan Internasional, juga untuk menandai ulang tahun ke 40 JHPIEGO dan uangtahun IBI ke 62.
"Ini adalah bentuk apresiasi pada empat bidan yang luar biasa yang telah mendedikasikan hidup mereka untuk menyelamatkan orang lain," ujar Hartono, Jumat (5/3).
Melalui acara ini, kata dia, diharapkan dunia tidak hanya mengakui keberadaan bidan sebagai pekerja yang luar biasa dalam menyelamatkan nyawa ibu dan bayi yang baru lahir. Selain meningkatkan kesehatan perempuan di seluruh negeri, juga untuk menginspirasi orang lain mengikuti jalan mereka.
Ke empat bidan tersebut adalah Wiwi Mutmainah dari DKI Jakarta. Wiwi telah menjadi bidan senior sejak 1965. Saat ini, dia tidak lagi praktik sebagai bidan, tapi telah mendedikasikan dirinya sebagai master trainer pada Jaringan Nasional Pelatihan Kesehatan (JNPK), juga sebagai pelatih nasional untuk Kementerian Kesehatan.
"Dia adalah seorang bidan yang luar biasa, karena berhasil menciptakan alat bantu pelatihan kebidanan, seperti phantom dan lainnya," kata Hartono.
Lalu ada juga Roementahingsih dari Surabaya. Bidan senior ini telah menjadi bidan sejak 1964. Dia aktif di Bidan Delima, dan sekarang berada pada posisi penting dalam manajemen rumah sakit umum dan bertindak sebagai pelatih. Dia juga seorang master trainer untuk P2KT dari JNPK Jawa Timur.
Bidan luar biasa lainnya adalah Listiyani Ritawati. Selain menjadi bidan, Listiyani juga mempelopori pembuatan sumur bor untuk 250 keluarga di Gunung Kidul. Atas upayaya itu, dia telah menerima beberapa penghargaan untuk layanan, salah satunya Penghargaan Pahlawan Wanita pada 2009 lalu.
Kemudian ada pula bidan Eros Rosita yang selama ini melayani program kesehatan ibu dan anak di suku Baduy, Banten.
"Tantangan terbesar bidan Eros Rosita adalah berkaitan dengan tradisi suku Baduy berhadapan dengan daya terima masyarakat terhadap pendekatan yang lebih modern untuk kesehatan ibu dan bayi," ujar Hartono.