REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y. Tohari mendorong perusahaan pers menyisihkan saham perusahaan kepada pekerja pers. Hal ini untuk menumbuhkan rasa memiliki di kalangan pekerja pers terhadap perusahaan.
"Ada keharusan perusahaan pers memberikan share saham dalam persentase tertentu kepada para karyawan buruh pers di perusahaan itu," kata Hajriyanto ketika dihubungi Republika, Rabu (1/5)
Peringatan hari buruh internasional harus menjadi momentum perusahaan pers meningkatkan kesejateraan wartawannya. Hajriyanto mengatakan wartawan merupakan pilar demokrasi di Indonesia. "Pers yang kuat merupakan pilar demokrasi yang kuat pula," ujarnya.
Perusahaan pers tidak bisa menafikan diri dari kewajiban memenuhi hak wartawan. Menurut Hajriyanto, perhatian kepada buruh pers dengan memberikan gaji yang layak minimal sesuai UMR merupakan wujud konkret dari komitmen akan lahirnya pers yang kuat.
"Saya mengimbau para pemodal pers di hari buruh internasional ini memberikan perhatian yang cukup kepada para buruh pers," kata Hajriyanto.
Hajriyanto menyadari masih banyak wartawan yang digaji di bawah standar UMR. Dia mengatakan hal ini sebagai kondisi yang sangat ironis.
"UU sudah mengatur keharusan memberikan kesejahteraan bagi buruh atau pekerja pers. Tetapi kenyataannya tidak lah seindah apa yg tertulis dalam UU. Jangankan share saham, bahkan sekadar gaji yang memadai saja masih banyak sekali buruh pers yang belum bisa menikmatinya," papar Hajriyanto.
Sebelumnya Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Jakarta melakukan survei standar upah layak jurnalis/ wartawan di Ibu Kota. Menurut AJI upah layak jurnalis setingkat reporter dengan pengalaman satu tahun pada 2013 adalah Rp 5,4 juta per bulan.
Kenyataannya masih banyak wartawan yang menerima gaji di bawah Rp 2 juta. Beberapa kasus menyebutkan wartawan tidak hanya diharuskan perusahaan mencari berita, mereka juga diminta perusahaan mencari iklan. Wartawan juga kerap dipekerjakan melebihi batas maksimal jam kerja.