REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan di DIY ternyata cukup tinggi. Berdasarkan catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, selama setahun terakhir sedikitnya ada 280 buruh di DIY yang di PHK secara sepihak.
"Data ini yang jelas melaporkan kasusnya ke LBH, dan kita yakin di lapangan jumlahnya lebih banyak lagi," ujar Kepala Divisi Perburuan LBH Yogyakarta, Adhitya Johan Rahmadan, Senin (29/4).
Menurutnya, berdasarkan data jumlah kasus PHK sepihak selama Mei hingga Desember 2012 mencapai 14 kasus yang menyangkut 276 buruh di DIY. Sedangkan sejak Januari hingga April 2013 ini ada 3 kasus PHK sepihak yang menimpa empat buruh di DIY.
Selain kasus PHK sepihak kasus ketenagakerjaan lain yang dialami buruh di DIY adalah perselisihan kepentingan, perselisihan hak dan pemberangusan serikat pekerja. Namun dari sekian sengketa tersebut PHK sepihak masih mendominasi kasus ketenagakerjaan di DIY.
Menurutnya, PHK sepihak ini sebagian besar terjadi di Kota Yogyakarta diikuti Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Menurutnya, LBH telah mendampingi kliennya hingga kasus ini memiliki ketetapan hukum. Namun dari sekian kasus, tidak ada yang bisa dimenangkan buruh. Pasalnya ada indikasi hakin karier memihak para pengusaha.
Kasus PHK sepihak ini menurut Johan akan semakin marak di 2013 ini. Hal tersebut seiring dengan dinaikkannya tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan kedua varian ini akan menjadi alasan utama pengusaha melakukan PHK sepihak.
Sementara terkait hari buruh internasional pada 1 Mei 2013 mendatang, Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) bersama serikat buruh lain di DIY akan menggelar aksi demonstrasi di beberapa titik di DIY. Mereka akan menggelar aksi menolak sistem kerja kontrak dan outsourcing serta menolak kenaikan harga BBM.
Aksi demonstrasi yang diprediksikan diikuti seribu buruh tersebut akan dilakukan di depan PT Starlight, GE Lightinh, Hotel Jayakarta, Hotel Sheraton, Mirota Babarsaru dan Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
"Kita sepakat melakukan aksi bersama untuk menolak sistem kerja kontrak dan outsourcing yang jelas-jelas merugikan buruh," ujar Kirnady koordinator aksi.