REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Malam itu selepas Isya. Najemi, pegawai Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Buntok, baru saja pulang dari kantornya. Hampir seharian Najemi memberikan penyuluhan pajak di salah satu pelosok pedesaan Kabupaten Barito Selatan.
Ketiadaan jalan darat memaksanya menggunakan transportasi air, sehingga memakan waktu empat jam pulang pergi. Dalam melaksanakan tugasnya, Najemi tidak pernah mengeluh meski harus bekerja lembur guna memberikan pelayanan semaksimal mungkin bagi masyarakat maupun Wajib Pajak.
Namun bukan karena perjalanan melelahkan itu yang membuatnya terlihat lebih lelah dan murung daripada biasanya. Malam itu, hampir seluruh stasiun televisi menayangkan berita penangkapan pegawai pajak berinisial PR oleh KPK. Sejumlah uang sebagai barang bukti bersama beberapa orang yang tertangkap tangan memberikan uang turut diamankan.
Langsung terbayang dalam pikiran Najemi akan sinisme, cacian, bahkan makian yang akan ia terima di hari-hari mendatang saat memberikan penyuluhan pajak.
Kasus yang dialami Najemi hanyalah segelintir dari banyak kasus yang dialami oleh para pegawai pajak yang bekerja keras dan jujur dalam mengamankan penerimaan negara, namun menerima sinisme masyarakat. Saat ini persepsi publik menyamakan mereka dengan segelintir oknum pegawai pajak nakal yang terbelit masalah hukum.
Masyarakat pun seolah beranggapan bahwa kasus yang menimpa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak itu bukanlah yang terakhir.
Unit KITSDA
Ada 32 ribu pegawai pajak yang bekerja mengadministrasikan penerimaan negara dan melayani wajib pajak di seluruh Indonesia. Pengawasan pegawai diprioritaskan pada bagian yang bersinggungan dengan Wajib Pajak.
Meski demikian, Ditjen Pajak bertekad untuk terus melanjutkan reformasi birokrasi di bidang perpajakan, terutama dalam membenahi moral dan integritas para pegawainya.
Saat ini, untuk pengawasan internal, Ditjen Pajak telah membentuk Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA). Unit inilah yang merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis pengawasan dan pencegahan tindak pidana korupsi di Ditjen Pajak.
KITSDA juga bekerja sama dengan instansi penegak hukum guna menciptakan efek jera bagi pegawai pajak maupun oknum penyuapnya. Bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), unit ini aktif menyampaikan data dan informasi penyelewengan yang dilakukan oleh pegawai pajak sehingga memudahkan dalam operasi tangkap tangan.
Whistleblowing System
Memang harus diakui, terkadang hasil kerjasama tersebut membuahkan pertanyaan di benak para pegawai pajak dan juga masyarakat terkait banyaknya petugas pajak yang tertangkap tangan.
Namun demikian, karena hampir seluruh tindak pidana korupsi perpajakan merupakan praktik suap-menyuap, tindakan tersebut harus terus dilakukan guna memberika efek jera bagi kedua belah pihak (penyuap dan yang disuap).
Ditjen Pajak juga melakukan pengawasan melalui Whistleblowing System. Melalui mekanisme pengawasan ini, baik pihak internal Ditjen Pajak maupun eksternal dapat mengadukan penyelewengan pajak yang dilakukan oleh pegawai pajak.
Ada mekanisme insentif bagi pelapor sekaligus sanksi bagi yang membiarkan penyelewengan itu terjadi. Ini adalah upaya nyata dari Ditjen Pajak untuk memupus budaya permisif di lingkungan kerjanya.
Lebih jauh, kini dalam setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dibentuk suatu Unit Kepatuhan Internal (UKI) yang merupakan perpanjangan tangan dari KITSDA.
Jika terindikasi adanya oknum pegawai pajak yang tengah melakukan penyelewengan, siapapun itu, termasuk kepala kantor sekalipun dapat dilaporkan langsung ke KITSDA.
Berbuah Manis
Bukti keseriusan Ditjen Pajak dalam memberantas korupsi dapat dilihat dari kasus penangkapan tangan oknum pegawai pajak mulai dari pelaksana (GT), kepala seksi (TH), kepala kantor (AS), hingga fungsional pemeriksa, bahkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PR).
Ini membuktikan bahwa DJP tidak tebang pilih dalam menindak setiap pegawai yang terlibat korupsi.
Meski pahit, reformasi birokrasi yang digulirkan Ditjen Pajak juga memberikan dampak positif bagi kemajuan institusi. Penerimaan pajak terus meningkat dari tahun ke tahun dengan target yang semakin berat adalah buktinya.
Meski tidak tercapai seluruhnya, penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir selalu di atas 98% dari target yang dibebankan.
Selain itu, profesionalisme dan integritas para pegawai pajak juga meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sudah cukup banyak pengakuan dari para Wajib Pajak terkait berubahnya paradigma pelayanan pajak.
Bagi seluruh pegawai Ditjen Pajak, reformasi birokrasi adalah upaya ikhlas untuk maju guna mewujudkan misi mengamankan penerimaan Negara dari sektor perpajakan.