REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Farid Wadjdy berpendapat, aksi terorisme di Indonesia masih hidup dan berkembang karena beberapa sebab. Antara lain karena hukum belum dapat ditegakkan secara adil dan belum menyentuh semua lapisan masyarakat.
Menurutnya, hukum bisa 'dibeli', sehingga menyebabkan kekecewaan masyarakat yang mencari keadilan. Rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas sumber daya manusia, menyebabkan masyarakat mudah terbujuk pihak tertentu, untuk masuk pada suatu kelompok yang kemudian melakukan aksi terorisme.
Kesenjangan sosial berupa kesejahteraan masyarakat dengan tingginya angka kemiskinan, kerap menimbulkan kecemburuan sosial. Belum terwujudnya 'good and clean governance' dengan masih ditemukannya sejumlah kasus KKN dan mafia pajak. Semuanya membuat terorisme mudah berkembang.
"Hal ini kemudian melemahkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah," tutur Warid Wadjdy yang membacakan sambutan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dalam pelantikan Forum Koordinasi Penanganan Terorisme (FKPT) di Samarinda, Kamis (25/4).
Aksi terorisme menjamur juga lantaran instabilitas politik dan keamanan yang dipicu masalah penegakan demokrasi dan pemilihan presiden, pemilu, serta pilkada yang tidak dilaksanakan secara jujur dan adil. Lemahnya pemahaman keagamaan dan menurunnya kesadaran wawasan kebangsaan yang menimbulkan keinginan disintegrasi bangsa, juga menjadi pemicu terorisme berkembang.
Sebab lainnya, katanya, adalah masih terbatasnya kualitas dan kapasitas intelejen negara dalam mendeteksi secara dini, kemungkinan terjadinya aksi terorisme.
"Berbagai permasalahan itu tentu tidak gampang dipecahkan. Untuk itu, terorisme merupakan masalah yang harus diselesaikan bersama antarapenyelenggara negara, elit politik, penegak hukum, dan tentu saja dengan dukungan semua lapisan masyarakat," papar Farid.