REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Pelecehan seksual mulai menjamur di Ibu Kota. Tindak kriminal tersebut tak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa, tapi mereka yang diketahui memiliki pengetahuan agama yang lebih.
Sebelumnya, dua pemuka agama yang merupakan pengurus panti YKOT di bawah yayasan PB, Jakarta Selatan, memerkosa seorang pembantu yang bekerja di rumah mereka, (19/4).
Kasus terbaru, seorang pengurus tempat ibadah memerkosa seorang gadis berumur 14 tahun, di daerah Perumahan Bukit Modern Hill, Pondok Cabe, Ciputat, Tangerang (23/4).
Pengamat Budaya dan Komunikasi Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengatakan, kesadaran masyarakat tentang diri, tubuh dan hak untuk dilindungi dari kejahatan seksual sangat lemah di Indonesia. Pasalnya, seks menjadi hal yang tabu sehingga membuat pendidikan seks menjadi tertutup.
''Seks itu sendiri menjadi tabu dan tertutup,'' katanya, Kamis (25/4). Kesadaran itu didapatkan melalui pendidikan. Sementara, pendidikan mengenai seksualitas di Indonesia masih minim. Seharusnya, pendidikan di Indonesia mengajarkan kepada masyarakat mengenai kejahatan seksual dan seksualitas itu sendiri.
''Jadi setiap orang bisa melindungi diri agar jangan sampai masuk kedalam kategori dilecehkan,'' katanya. Devie melanjutkan, kejahatan seksual merupakan persoalan pengetahuan. Sehingga, kalau disentuh dikendaraan umum, sebagian besar masyarakat Indonesia masih mungkin bisa menoleransi.
Berbeda dengan di luar negeri yang sangat selektif untuk permasalahan ini. Devie memberi contoh, jika ada seseorang yang ditatap dan merasa ditelanjangi dengan sebuah tatapan, persoalan tersebut bisa dibawa ke pengadilan dan orang yang menatap bisa masuk penjara.