Selasa 23 Apr 2013 17:48 WIB

Banjir Bikin Omzet Pedagang Turun Hingga 50 Persen

Rep: Rina Tri Handayani/ Red: Djibril Muhammad
Pedagang pasar, ilustrasi
Foto: Musiron/Republika
Pedagang pasar, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Omset pedagang di Pasar Baleendah, Kabupaten Bandung berkurang hingga 50 persen. Berkurangnya omset tersebut diakibatkan banyak warga yang kebanjiran maupun akses menuju Pasar Baleendah yang terputus akibat genangan.

Pedagang tahu tempe, Asep (38 tahun), mengaku merugi hingga 30 sampai 50 persen sejak banjir melanda Baleendah dan sekitarnya. Barangnya tidak terjual habis sehingga bersisa. Padahal tahu tempe merupakan bahan basah yang harus segera terjual karena cepat basi.

Menurutnya, kerugian tersebut diakibatkan pelanggannya yang utamanya penjualan gorengan kesulitan akses jalan menuju Pasar Baleendah yang ada di Jalan Siliwangi.

Akibat banjir, jalan raya Banjaran menuju jalan Siliwangi tergenang air hingga selutut orang dewasa. Genangan tersebut fluktuatif tergantung hujan. Sehingga, banyak kendaraan yang tidak bisa lewat.

Ia juga mengaku kondisi banjir menyebabkan barang dagangannya dikurangi 30 persen. "Kalau banjir dari 100 persen jadi 70 persen," ujarnya ditemui di Pasar Baleendah, Selasa (23/4).

Selain omset menurun, banjir juga membuat rugi waktu dan tenaga. Ia mengaku dalam kondisi normal menggunakan kendaraan roda dua atau empat menuju pasar dengan waktu 10 menit. Namun, warga Mekar Sari Baleendah yang rumahnya juga kebanjiran tersebut sekarang menggunakan gerobak dengan waktu 30 menit.

Meski begitu, dia mengaku tidak menaikkan harga dagangannya. Untuk harga tahu Rp 2.000 sedangkan tempe dijual bervariasi dari Rp 2 ribu sampai Rp 10 ribu.

Selain itu, menurutnya pedagang yang berjualan di Pasar Baleendah juga berkurang 20 persen. Dia juga mengatakan dalam sebulan ini sudah tiga kali banjir. Dia menilai banyak saluran yang mampet sehingga hujan sedikit langsung banjir.

Pedagang sembako, Santi (35 tahun) mengaku omsetnya berkurang 50 persen. Pembelinya juga berkurang hampir separo dari kondisi normal. "Dari banjir awal, kerena kebanjiran rumahnya atau jalannya macet jadi malas mau ke pasar," kata dia.

Harga telur saat banjir menurutnya naik hingga 30 persen. Sementara, harga beras stabil. Namun, dia mengaku tidak mengetahui kenaikan tersebut apakah karena banjir. Warga Dayeuh Kolot tersebut juga mengaku sempat dua hari tidak berjualan saat banjir besar (15/4). Sebab, akses untuk jalan susah.

Kampungnya yang diapit Sungai Citarum dan Cikapundung saat ini masih terendam dengan ketinggian air selutut orang dewasa. Ia berharap pemerintah membentengi sungai. Sehingga saat ada air besar, air tidak langsung masuk kampung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement