Selasa 23 Apr 2013 15:59 WIB

Abraham Samad: Korupsi Terus Berevolusi

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan bahwa korupsi di Indonesia terus berevolusi dan praktiknya semakin canggih.

"Kita harus paham betul bahwa korupsi ini merupakan peninggalan masa lalu kemudian berevolusi dan kini praktiknya pun semakin canggih," katanya pada simposium Antikorupsi di Universitas Muhammadiyah, Banda Aceh, Selasa (23/4).

Simposium ini digelar serangkaian wisuda lulusan Sekolah Antikorupsi Aceh. Abraham Samad memaparkan kondisi korupsi di Indonesia semakin memprihatinkan, merajalela, meluas serta berlangsung sistematik.

"Tidak ada tempat di negeri ini yang terbebas dari korupsi. Korupsi ini terus mengalami evolusi, mulai korupsi sederhana sampai yang semakin canggih dengan pelaku orang-orang berpendidikan tinggi," katanya.

Oleh sebab itu, sebut Abraham Samad, untuk melawan korupsi sekarang ini harus dengan cara yang lebih progresif, bukan dengan cara-cara normal karena korupsi ini butuh penanganan ekstra.

"Kepolisian, kejaksaan, KPK, dan masyarakat harus bekerja sama memerangi korupsi yang kini semakin sistematis. Tanpa dukungan masyarakat, korupsi di Indonesia sulit diberantas," kata dia.

Menurut dia, masih terjadinya korupsi karena menganggap hal yang lumrah. Seperti mengurus surat di birokrasi, masyarakat ikut menyuburkan pungutan liar.

"Ini contoh sederhana. Praktik pungutan liar ini juga bagian dari korupsi. Seharusnya, korupsi ini dijadikan kejahatan luar biasa yang tidak bisa ditolerir," ujar dia.

Untuk memberantas korupsi, kata dia, KPK terus mendorong kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan langkah-langkah yang progresif. Sebab, kedua lembaga ini memiliki perangkat hingga kabupaten/kota.

Selain itu, sebut dia, KPK mengintegrasikan antara penindakan dan pencegahan. Misalnya, menindak korupsi di suatu instansi, lalu mengusut kenapa terjadi korupsi. Kalau sistem di instansi itu salah, maka KPK akan membantu agar tidak terjadi lagi korupsi.

"Kalau hanya melakukan peningkatan tanpa pencegahan, maka dikhawatirkan praktik korupsi akan berulang terjadi di satu instansi. Jika ini terjadi, maka pemberantasan korupsi dianggap gagal," sebut Abraham Samad.

Ia mengatakan dengan mencegah praktik korupsi lebih banyak uang negara yang diselamatkan ketimbang dengan penindakan. Dan ini sudah dibuktikan KPK.

"KPK bersama BPK dan instansi terkait lainnya berhasil mencegah dan menyelamatkan uang negara Rp 152,9 triliun hanya dari sektor migas. Sedangkan dari penindakan ke seluruh kasus yang ditangani KPK, jumlahnya cuma Rp 134,7 triliun," kata Samad menjelaskan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement