REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Penembakan yang dilakukan polisi terhadap pelaku tindak kejahatan mendapat kecaman dari pengamat Hak Asasi Manusia (HAM).
Sebelumnya, pihak kepolisian menembak dua orang pelaku kejahatan di bagian punggung dan tembus ke dada kiri yang menyebabkan pelaku tewas dalam perjalanan ke Rumah Sakit.
Pengamat HAM dan Mantan Komisioner Komnas HAM Syafrudin mengatakan, sekalipun polisi diberi kewenangan untuk menembak dari peraturan Kapolri, namun bukan berarti mereka bebas menembak sampai mati.''Penjahat tidak untuk dimatikan, tapi dilumpuhkan,'' kata Syafrudin, ketika dihubungi Republika (22/4).
Syafrudin menanyakan apa alasan polisi menembak, negara ini merupakan negara hukum, dan tugas polisi adalah menegakkan hukum. Dan hukum itu pun ada asas praduga tak bersalah.
Menurut Syafrudin, walaupun penjahat tersebut membawa senjata api, bukan berarti lantas menembak dengan alasan tersebut. Polisi seharusnya bukan orang yang baru memegang senjata, bahkan polisi harus memiliki keterampilan lebih dari penjahat yang memegang senjata.
''Tugasnya melumpuhkan penjahat, agar dia tidak melakukan kejahatan baru dengan menembak polisi,'' katanya. Syafrudin melanjutkan, kalau penjahat tersebut mati, lantas apa yang akan diadili.
Undang-undang mengatakan, semua orang dikatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.''Harus ada keputusan pengadilanyang berkekuatan hukum tetap,'' ujarnya