REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilu serentak dianggap sebagai langkah efektif untuk menekan biaya politik. "Kalau untuk pilkada serentak gubernur dan walikota bisa menghemat hingga 60 persen lebih anggaran," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) di Jakarta Pusat, Jumat (19/4).
Penghematan itu, lanjut Titi, terjadi pada alokasi belanja honor, pengamatan, dan pelaksanaan pemilu. Jika dilaksanakan serentak, pintu terjadinya politik transaksional akan semakin sulit terbuka. Lantaran semua penyelenggara dan peserta pemilu berkosentrasi penuh pada penyiapan pemilu.
Efisiensi, menurut Titi, tidak hanya berlaku bagi penyelenggara pemilu. Tetapi juga pada peserta pemilu. Ketika diadakan serentak, parpol akan memikirkan cara yang paling efektif dan efisien dalam menyukseskan pasangan masing-masing. Mau tidak mau, karena waktunya bersamaan, parpol akan memikirkan cara yang bisa diintegrasikan antara kabupaten/kotamadya dengan pemilihan gubernur di provinsi yang sama.
Namun, diakui Titi, pelaksanaan pilkada serentak tidak akan bisa melahirkan hasil terbaik bila penegakan hukum tidak berjalan dengan baik. Lemahnya penegakan hukum membuat pelanggaran-pelanggaran pilkada terus terjadi.
"Harusnya DPR dan pemerintah dalam membuat RUU Pilkada fokus pada masalah. Kalau masalahnya sistem pemilihan atau penegakan hukum yang belum baik, maka itu yang diselesaikan," ungkapnya.