REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Kawasan Segara Anakan merupakan sebuah ekosistem estuari. Di wilayah ini terdapat hutan mangrove (bakau) terluas, yakni 8.495 hektare. Selain itu, ada 28 jenis mangrove yang hidup di kawasan tersebut.
Namun, Segara Anakan kini menghadapi masalah. “Pendangkalan Laguna Segara Anakan dan illegal logging,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Cilacap, Adjar Mugiono, di Cilacap, Rabu (17/4).
Pendangkalan ini terjadi karena makin banyaknya penebangan hutan bakau secara liar. Akibatnya, beberapa kawasan mengalami banjir rutin dan perubahan profesi sebagian masyarakat dari nelayan menjadi petani atau petambak sejak tahun 1987.
Praktik penebangan ini juga menyebabkan kerusakan hutan bakau. Dia mengatakan, BLU telah berupaya untuk memberikan pelatihan tentang mangrove kepada masyarakat.
Permasalahan terhadap kelestarian bakau juga menjadi keprihatinan Wahyono (48 tahun), penduduk Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah.
“Saya menanam mangrove ini untuk melestarikan lingkungan. Manfaatnya, ada tambak yang bisa jadi tempat budidaya udang dan ikan,” kata pria yang telah meraih penghargaan lingkungan Kalpataru ini.
Pada 2000, dia berinisiatif membuat kelompok yang merupakan binaan BLU dalam melestarikan mangrove. Hingga kini, kelompok tersebut telah berkembang menjadi 33 kelompok yang bernama Krida Wana Lestari. Kelompok ini mengembangbiakkan jenis-jenis mangrove, antara lain Avecennia marina dan Api-api.
Kepala Dinas Kelautan dan Pengelolaan SDA Segara Anakan Cilacap, Moch Harnanto, mengatakan pelestarian kembali hutan mangrove akan memberikan pengaruh terhadap Segara Anakan tidak hanya di sektor pertanian dan perikanan, tetapi juga perhubungan.
Apalagi, sumber daya ikan sudah mulai berkurang di Segara Anakan karena rusaknya hutan bakau yang menjadi tempat pemijahan ikan. Selain itu, pemakaian jaring ikan yang tidak ramah lingkungan menjadi penyebab lainnya.
Namun, dia menyatakan, hal yang terpenting untuk dilakukan saat ini ialah penanganan sedimentasi. Apalagi, tingginya sedimentasi di kawasan Segara Anakan, yakni satu juta meter kubik per tahun. “Penanganan sedimentasi memang harus lebih diutamakan dan secara intensif dilakukan mulai dari sekarang,” katanya.