Rabu 17 Apr 2013 14:38 WIB

Kemenkumham Bentuk Tim Usut Rumah Mertua Gayus

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Djibril Muhammad
Gayus Tambunan
Foto: mg1
Gayus Tambunan

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Setelah memeroleh informasi tentang pembelian rumah keluarga kasus korupsi Gayus Tambunan di sekitar Lapas Sukamiskin, Kanwil Kemenkumham Jabar, I Wayan K Dusak, membentuk tim khusus.

Menurut Wayan, tim ini betugas melakukan investigasi karena ditenggarai terdakwa sering berkunjung ke rumah tersebut. "Informasi itu kami tindak lanjuti dengan pembentukan tim khusus. Hasil investigasinya, tidak ada. Jangankan nginap berkunjung pun tidak," ujar Wayan kepada wartawan di kantornya, Rabu (17/4).

Menurut Wayan, tim investigasi tersebut serupa dengan tim khusus yang dibentuknya pada saat pengiriman Narapidana Tipikor dari seluruh Indonesia. Tim ini, bertugas untuk meminimalisisir terjadi penyimpangan-penyimpangan.

Selain itu, kata dia, tim juga selalu membuat laporan terkait keluar-masuk Gayus. Dari laporan tersebut, tidak ditemukan adanya izin keluar yang tidak sah, kecuali pada saat sakit. Laporan itu juga telah diklarifikasi dengan Kepala Lapas Sukamiskin, Kepala Bidang Perawatan Lapas Sukamiskin dan lain-lainnya.

"Tim ini juga yang mengecek dan ternyata Gayus tidak pernah keluar kecuali saat dirawat di Rumah Sakit beberapa waktu lalu," katanya.

Khusus tentang pembelian rumah keluarga Gayus, menurut Wayan, aksi tersebut tidak bisa dicegah. Karena, transaksi dilakukan pemilik rumah dengan pihak keluarga dan bukan dengan Gayus. "Yang beli rumah kan keluarganya, transaksi itu bukan dengan Gayus," kata Wayan.

Selain Gayus, kata dia, keluarga terpidana kasus korupsi lainnya, Eep Hidayat pun dikabarkan melakukan hal serupa. Mantan Bupati Subang itu juga membeli rumah di sekitar Lapas. "Terkait mengontrak atau membeli rumah oleh keluarganya itu diluar wewenang saya," katanya.

Wayan pun membantah jika Eep kerap menggelar rapat di luar Lapas. Hal itu, sangat tidak mungkin tidak diketahui petugasnnya. Pihaknya pun, telah melakukan investigasi terhadap informasi itu sebagai pembuktian ketidakbenaran kabar tersebut. "Menggelar rapat diluar itu saya yakin tidak akan terjadi," katanya.

Demi menepis kabar-kabar miring tersebut, Wayan siap memberi sanksi tegas kepada oknum petugas 'nakal'. Ultimatum itu dilakukan agar bawahannya bekerja secara jujur dan optimal.

Wayan pun memberikan garansi tidak ada kerjasama antara Napi dengan pegawai. Jika hal itu terjadi maka secara otomatis Napi lain akan menuntut fasilitas istimewa serupa tersebut. "Bila kerja sama dengan pegawai, ada penghuni lain yang bisa kita klarifikasi," katanya.

Soal sanksi bagi petugas yang melakukan pelanggaran, menurut Wayan, hal itu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53.

Dalam aturan itu disebutkan sanksi administrasi dari ringan hingga berat dengan bentuk penurunan pangkat, pengurangan gaji, pemindahan (mutasi) hingga pemecatan.

Sementara itu, kata Wayan, Napi pelanggar akan dikenakan sanksi administrasi seperti tidak dapat hak remisi dan penambahan masa tahanan. Jika tergolong berat, bisa diasingkan. Sedangkan jika pelanggaran tersebut tergolong pidana atau suap maka bisa diusut dan dipidanakan.

Wayan mengaku saat ini kondisi terakhir di Lapas Sukamiskin sudah terbebas dari Handphone dan Televisi yang sebelumnya pernah ada. Kondisi ini sempat diprotes para Napi Tipikor. Karena, mereka berposisi sebagai mantan pejabat yang terbiasa dikelilingi berbagai fasilitas.

"Tidak semua barang yang dibawa Napi itu bisa masuk. Mereka banyak bawa koper, dipikirnya hotel bintang lima," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement