REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN — Kabupaten Semarang masih menghadapi masalah penyusutan luas lahan pertanian produktif. Akibatnya, produktifitas lahan pertanian di daerah ini terus terancam.
Kabid Pertanian Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutangan (Distanbunhut) Kabupaten Semarang, Fadjar Eko Prijono mengatakan penyusutan lahan pertanian ini banyak dipicu oleh pembangunan.
"Seperti pembangunan perumahan atau kawasan pemukiman baru, kawasan industri dan proyek pembangunan jalan," ungkap Fadjar kepada wartawan, Rabu (17/4).
Berdasarkan data yang dihimpun Distanbunhut Kabupaten Semarang, penyusutan lahan pertanian produktif ini mencapai luasan 20 hingga 25 hektare per tahun.
Meski paling dominan merupakan lahan tadah hujan, penyusutan ini tetap mengancam produktivitas pertanian di daerahnya. Apalagi penyusutan ini berlangsung setiap tahun.
Padahal untuk alih fungsi lahan pertanian sebenarnya sangat sulit. Karena pemerintah telah mengeluarkan UU No 41 tahun 2009 tentang Lahan Pangan Berkelanjutan untuk membatasi agar lahan pertanian tidak menyusut.
Aturan ini juga masih diperketat oleh Perbup No 66 tahun 2011 tentang pengaturan tata ruang. "Biasanya penyusutan lahan pertanian di pedesaan sangat sulit terpantau pengawasan," kata Fadjar menjelaskan.
Terkait dengan persoalan ini, Distanbunhut Kabupaten Semarang terus mendorong perluasan luas tanam padi. Upaya yang dilakukannya dengan membuat terobosan.
Misalnya melalui intensifikasi pertanian, di mana keterbatasan lahan bisa disiasati dengan beberapa kali penanaman. Selain itu juga meningkatkan luas tanam pada lahan tadah hujan.
Yakni dengan membangun jaringan irigasi yang lebih bagus serta membangun embung-embung penampungan air dan infrastruktur pertanian pendukung lainnya.
"Karena kita tidak bisa mencetak lahan pertanian maka yang dapat dilakukan adalah meningkatkan luas tanam. Paling tidak membuat agar dengan lahan seadanya bisa panen berkali-kali," katanya menjelaskan.