REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, menilai pemberlakuan dua harga BBM bersubsidi ideal. Meski demikian, aturan ini tak realistis untuk diterapkan.
Karenanya, harus ada pertimbangan yang diambil pemerintah. "Seperti unsur keadilan, beban fiskal APBN, politik, dampak terhadap orang miskin dan ekonomi makro," katanya, Selasa (16/4).
Disparitas harga juga tetap harus diantisipasi. Pasalnya, dengan kenaikan harga menjadi Rp 7.000, misalnya, perbedaan akan tetap ada sebesar Rp 2.500. Walau tak sebesar BBM non subsidi hingga Rp 5 ribu, ia menuturkan penyelewengan masih rentan terjadi. "Karenanya ini harus diperhatikan betul," ujarnya.
Ke depan, Said mengharapkan, kebijakan BBM yang dibuat pemerintah bisa berubah sesuai kondisi eksternal yang terjadi. Menurutnya ini penting agar sistem subsidi BBM menemukan bentuk yang ideal.
"Misalnya untuk jangka panjang subsidi tersebut dialihkan menjadi subsidi langsung kepada rakyat," jelasnya. Ia menilai ini lebih baik ditunda subsidi pada produk.