REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Anggota Komisi X DPR RI Herlini Amran minta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengevaluasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait penundaan pelaksanaan Ujian Nasional di 11 provinsi.
"Dengan tertundanya Ujian Nasional (UN) pada 11 provinsi ini, semakin melengkapi 'hat trick' keteledoran kementerian terkait selama enam bulan terakhir," ujarnya ketika dihubungi dari Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, Senin (15/4).
Herlini bersama beberapa rekannya di Komisi X DPR melakukan kunjungan kerja di Kepulauan Riau (Kepri) selama beberapa hari untuk memantau pelaksanaan UN. Kepri tidak termasuk provinsi yang pelaksanaan UN-nya ditunda.
"Syukurlah siswa SMA di Kepri dapat melaksanakan UN," ujar anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI dari daerah pemilihan Tanjungpinang itu.
Meski demikian, ia menilai kinerja Kemendikbud semakin mengkhawatirkan karena secara tiba-tiba menunda pelaksanaan UN di 11 provinsi. Hal itu menujukkan kementerian terkait tidak mempersiapkan UN secara matang sehingga distribusi soal ujian terkendala.
Ia mengatakan penundaan UN tahun ini merupakan keteledoran ketiga yang dilakukan Kemendikbud dalam tempo enam bulan terakhir, setelah sebelumnya muncul persoalan terkait uang tunjangan sertifikasi guru dan beasiswa bidik misi.
"Presiden SBY harus lebih tegas mengevaluasi kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta jajarannya agar tidak terus mengulang keteledoran serupa," ungkapnya.
Bagi Herlini, keteledoran itu tidak layak ditoleransi. Semua pihak terkait, mencakup pemenang tender dan unsur Kemendikbud, harus diberi sanksi tegas. Mereka tidak boleh terlibat lagi dalam tender ataupun program Kemendikbud yang strategis.
"Tidak layak terus mengeluhkan blokir anggaran atau mengkambinghitamkan dinas-dinas yang tidak sejalan dengan target program dari pusat," katanya.
Kalaupun itu benar adanya, kata dia, setidaknya keteledoran ini memperlihatkan kepemimpinan SBY tidak berhasil menciptakan harmoni antara kebijakan Kemenkeu dengan program-program Kemendikbud, atau menyinergikan eksekusi program antara pusat dengan daerah. "Pasti itu ada akar masalahnya yang dibiarkan berlarut-larut," katanya.
Herlini juga menyayangkan sikap Mendikbud dan jajarannya yang kerap umbar keyakinan serba beres, terutama dalam pelaksanaan UN. Padahal realisasinya sering molor.
Ia mencontohkan sebelum kasus gagal UN serentak pada hari ini, pihak Kemendikbud menyatakan pelaksanaan UN dijamin tepat waktu, tepat distribusi dan jumlah soal ujian.
Tetapi kenyataannya pekan kemarin di Trenggalek, Jawa Timur, ditemukan kekurangan dan kelebihan jumlah soal UN. Sementara molornya pencetakan dan distribusi soal UN ditemukan nyaris di banyak daerah, tidak hanya Indonesia bagian tengah.
"Praktis persiapan UN tahun ini menubruk Prosedur Operasi Standar yang digariskan BNSP. Jadi, hemat saya tidak baiklah ada kementerian yang selalu umbar optimisme, padahal di lapangan tidak terkontrol," ujarnya.