Ahad 14 Apr 2013 15:33 WIB

Audiensi Qanun Menemui Jalan Buntu

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Aceh
Foto: ANTARA/Rahmad
Bendera Aceh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pertemuan lanjutan antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh terkait evaluasi 13 poin Qanun 3/2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh menemui jalan buntu. Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan mengatakan, pertemuan itu dihelat untuk membahas butir-butir klarifikasi, khususnya desain bendera.

 

Karena kedua pihak belum menemukan kesepakatan, maka dijadwalkan pertemuan ulang agar tidak ada lagi silang pendapat soal bendera Pemprov Aceh yang mirip bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM). “Belum ada titik temu desain dan lambang bendera. Pemerintah pusat maunya desain disempurnakan, diperbaiki,” ujarnya di Jakarta akhir pekan ini.

 

Djohermansyah mengakui, dalam pertemuan itu, Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) hanya menyepakati dua dari 13 poin evaluasi. Dua poin itu terkait tidak akan melantunkan azan saat menaikkan bendera Aceh, serta menghapus frasa ‘mengingat’ yang tertuang dalam naskah perjanjian Helsinki. Namun demikian, ia berharap, hasil pertemuan kali ini menjadi titik awal penerimaan Pemprov Aceh terhadap evaluasi qanun.

 

Staf Ahli Mendagri Reydonnyzar Moenek menyatakan, evaluasi qanun bukan sebuah hal menghebohkan yang perlu dibesar-besarkan. Ia menjelaskan, tugas Kemendagri adalah mengevaluasi perda atau qanun yang bertentangan dengan peraturan lebih tinggi. Khusus Qanun 3/2013, kata dia, sangat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) 77/2007 yang melarang bendera atau lambang yang mirip gerakan separatis.

 

Atas dasar itu, ia meminta koreksi terhadap penerapan qanun merupakan hal biasa. “Pada 2012, Kemendagri mengevalausi 173 perda, dan sebagian dibatalkan karena ada masalah,” ujar Reydonnyzar. Ia melanjutkan, lebih baik kedua pihak untuk saling memegang Perjanjian Helsinki pada 2005 agar tidak ada yang saling dirugikan terkait polemik qanun.

Sedangkan, Gubernur Aceh Zaini Abdullah menyatakan memerlukan waktu untuk mempelajari hasil evaluasi Kemendagri. Ia menginginkan ada diskusi mendalam dengan pihak pemerintah. Hal itu mutlak ditempuh demi terciptanya titik temu tentang bendera dan lambang Aceh. Hanya saja, ia mengapresiasi pertemuan yang berlangsung dialogis dan konstruktif, meski tidak menghasilkan kesepakatan. “Masih memerlukan waktu, masih akan dibicarakan,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement