Ahad 14 Apr 2013 14:03 WIB

Kecelakaan Pesawat Indonesia Tertinggi di Asia

 Sejumlah petugas gabungan melakukan evakuasi barang dan penumpang pesawat Lion Air rute Bandung-Denpasar yang tergelincir ke laut setelah berusaha mendarat di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Sabtu (13/4).
Foto: ANTARA/HO-BASARNAS
Sejumlah petugas gabungan melakukan evakuasi barang dan penumpang pesawat Lion Air rute Bandung-Denpasar yang tergelincir ke laut setelah berusaha mendarat di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Sabtu (13/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menyatakan frekuensi kecelakaan pesawat terbang komersial Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia.

Fadli dalam pernyataannya di Jakarta, Minggu, menyebutkan rata-rata kecelakaan pesawat terbang komersial Indonesia sembilan kali pertahun sedangkan di negara Asia lain hanya tiga hingga empat kali setahun.

Pernyataan Fadli disampaikan dalam mengomentari kecelakaan yang menimpa maskapai Lion Air jurusan Bandung - Denpasar yang jatuh ke pantai setelah gagal mendarat di Bandara Ngurah Rai pada Sabtu (13/4).

Kecelakaan tersebut, katanya, menambah buruk reputasi penerbangan di Indonesia.

"Fakta ini menunjukkan bahwa masih banyak hal yang harus dibenahi dalam sistem keamanan transportasi pesawat terbang di Indonesia," katanya.

Upaya pembenahan juga perlu dilakukan terhadap sarana dan sumber daya manusia yang mengelolanya, kata Fadli.

Perekrutan SDM, katanya. yang baik bisa mengurangi kesalahan pada manusia (human error) yang banyak menyebabkan kecelakaan pesawat di Indonesia.

"Manajemen pesawat udara pun perlu peningkatan kualitas jaminan keamanan bagi penumpang," katanya.

Sebagai negara kepulauan, menurut Fadli, industri penerbangan sangat vital bagi kemajuan ekonomi Indonesia.

Ia mengatakan penyelidikan atas kecelakaan yang menimpa Lion Air itu harus segera diselesaikan oleh KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) menyangkut penyebab kecelakaan itu agar tak terulang kembali.

"Sejauh ini sudah ada beberapa dugaan seperti terlalu rendah mendarat atau dugaan roda rusak. Perlu juga diteliti jika ada permasalahan komunikasi di menara kontrol seperti yang sering terjadi," katanya.

Begitu juga harus ada investigasi untuk menelusuri faktor-faktor lain khususnya keputusan pilot, kata Fadli.

"Apakah sesuai prosedur yang normal atau tidak. Tes urine dan tes yang standar terhadap pilot memang suatu keharusan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement