Kamis 11 Apr 2013 23:24 WIB

Menhan: 11 Prajurit Kopassus Diadili di Peradilan Militer

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Djibril Muhammad
Indonesian Minister of Defense, Purnomo Yusgiantoro
Foto: Antara/Zabur Karuru
Indonesian Minister of Defense, Purnomo Yusgiantoro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menolak kasus penyerangan Lapas Kelas IIB Cebongan, Sleman yang dilakukan 11 prajurit Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura disidangkan di peradilan umum.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, kebijakan Kemenhan meminta agar Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengadili 11 pelaku penyerangan Lapas Cebongan diadili di peradilan militer.

Alasannya, karena pelaku pembunuhan empat tahanan dilakukan secara spontan dan sudah ditangani Polisi Militer (PM) Aangkatan Darat (AD).

Penilaian itu tercetus setelah pihaknya menelaah penyerangan Lapas Cebongan berdasarkan kajian tim biro hukum Kemenhan, yang menyatakan kasus itu murni pelanggaran pidana.

"Karena mereka adalah anggota TNI maka peradilannya harus dijalankan melalui peradilan militer," kata Purnomo menegaskan di kantornya, Kamis (11/4).

Dia menjelaskan, Kemenhan ingin meyakinkan publik tidak ada masalah dengan peradilan militer. Sebab, pelaksanaan persidangan nanti dapat dilakukan secara terbuka dan transparan.

Oleh Sebab itu, desakan dari kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang meminta dibentuk Dewan Kehormatan Militer (DKM), sejauh ini dianggapnya tidak perlu. Karena pelakunya adalah prajurit dan bintara yang cukup diadili di peradilan militer.

Purnomo menegaskan, prajurit satuan baret merah itu juga tidak bisa dijerat pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Itu lantaran di Pasal 9 UU 26/2000 tentang HAM, pelanggaran HAM terjadi kalau ada genosida alias pembersihan etnis.

"Karena dianggap tidak ada kebijakan dari pimpinan, bukan peristiwa desain, tapi spontanitas, serta tidak ada sistematika, kami ambil sikap tak perlu peradilan HAM," ujar Purnomo menegaskan.

Untuk membatasi agar prajurit TNI tidak lagi melakukan pelanggaran hukum, Purnomo mendesak agar dirancang Undang-Undang Disiplin Militer. Hal itu untuk melengkapi UU Pengadilan Militer, selain Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), agar di aturan di sektor militer semakin lengkap.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenhan Letjen Budiman sependapat dengan tidak perlunya mengadili prajurit TNI di peradilan umum. Selain karena tidak ada alasan diadili di peradilan umum, juga penyerangan dilakukan tidak dalam kapasitas diperintah komandan.

Menurut dia, di internal TNI, sebenarnya seorang prajurit sangat takut kalau sampai. melakukan pelanggaran. "Karena bakal dihadapkan pada dua hukuman, yaitu hukum disiplin prajurit dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM)," kata mantan wakil KSAD itu menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement