REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Seni dan Budaya, KH Cholil Ridwan menegaskan, secara prinsip minuman keras hukumnya haram dan dilarang.
Karenanya, kalaupun akan dibuat aturan dalam Undang-Undang, harusnya untuk melarang keberadaan minuman keras. "Kalau menurut umat Islam itu sudah haram, haram minumnya, haram jualnya, produksinya, haram memberikan sebagai hadiah pada orang lain dan haram mengizinkan," tegas KH Cholil saat berbincang dengan ROL di Jakarta, Kamis (11/4).
Kiai yang pernah menulis surat terbuka dukungan jilbab pada peserta audisi pencari bakat Fatin Sidqia Lubis itu menambahkan, haramnya minuman keras bukan datang dari MUI. Tapi mutlak dari Alquran.
Tapi faktanya, kondisi saat ini miras seperti dengan bebas peredarannya di masyarakat. Bahkan sampai ke perkampungan melalui minimarket.
Kiai Cholil mengakui penegakan aturan tentang peredaran miras di Indonesia sangat lemah. Setiap minimarket bebas menjual, sedangkan setiap masyarakat dengan leluasa membelinya. Padahal, barang itu sudah sangat jelas dampak negatifnya di masyarakat. "Harusnya miras dipersulit untuk mendapatkannya," tegas Kiai Cholil.
Pemerintah yang membuat regulasi perizinan produksi sampai peredaran miras adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas dampak yang terjadi. Bahkan, kata Kiai Cholil, pemerintah menanggung dosa paling besar. Sebab, pemerintah memberi petunjuk untuk perbuatan kemungkaran. Artinya pemerintah menanggung dosa mulai dari produsen sampai konsumen miras.