REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Ahmad Erani Yustika, berpendapat opsi menaikkan harga BBM bersubsidi akan menimbulkan kontraksi ekonomi yang luar biasa pada golongan ekonomi bawah.
Selain itu, sektor industri dipastikan akan terkena dampaknya. Sebab, kenaikan harga BBM bersubsidi identik dengan kenaikan sejumlah elemen lain.
Bagaimana jika akhirnya opsi menaikkan harga diambil pemerintah? Guru Besar Ilmu Ekonomi Kelembagaan Universitas Brawijaya ini menyarankan kepada pemerintah untuk mencari solusi yang produktif.
Solusi untuk jangka pendek semacam bantuan langsung tunai (BLT) secara sosial tidak memiliki konsep yang baik. "BLT kan sesuatu yang kita kritik bersama-sama selama ini," imbuh Erani usai jumpa pers Evaluasi Triwulanan Indef: Interrelasi Defisit Ganda dan Inflasi di Jakarta, Selasa (9/4).
Karenanya, solusi untuk jangka panjang menurut Erani adalah membuat program-program yang mendukung ketersediaan lapangan kerja. Program-program itu bisa dalam bentuk padat karya, kredit usaha kecil dan menengah yang masif, land reform dan lain-lain.
Meski lebih rumit, menurutnya kebijakan ini harus diambil. Secara keseluruhan, Erani menyebut pemerintah sebenarnya tidak dapat mengambil semua opsi yang ada terkait belanja subsidi dengan instan. Sebab, Menaikkan harga tanpa kompensasi pekerjaan-pekerjaan struktural yang dilakukan pemerintah pada aspek lain menunjukkan satu hal. "Artinya pemerintah hanya mau ambil enaknya saja," kata Erani mengakhiri.