REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat Gunung Guntur dengan ketinggian 2.239 meter di atas permukaan laut (Mdpl), Kabupaten Garut, Jawa Barat, pernah mengalami letusan sebanyak 21 kali pada 1843.
"Sebanyak 21 kali letusan tahun 1843 itu yang tercatat atau diketahui oleh kami, sampai sekarang letusan tidak pernah terjadi lagi," kata Petugas Pengamatan PVMBG, Gunung Guntur, Ade Koswara, di Garut, Rabu.
Ia mengatakan berdasarkan hasil pengamatan, sejak terjadinya letusan itu, belum pernah menunjukkan aktivitas Gunung Guntur status Siaga.
Namun, kata Ade, hanya menunjukkan peningkatan status dari normal menjadi waspada sebanyak satu kali tahun 1997 kemudian 2002, dan terakhir Selasa, 2 April 2013 pukul 17.00 WIB.
"Statusnya hanya waspada, kemudian kembali normal lagi dan belum pernah statusnya sampai Siaga," kata Ade.
Ia mengungkapkan, terakhir terjadi letusan Gunung Guntur tidak diketahui besaran dampak bahaya bagi kehidupan manusia sekitar kawasan gunung.
Peristiwa letusan itu, kata Ade, hanya diketahui secara umum seperti semburan letusan gunung api lainnya, dan tidak diketahui dampak terhadap manusia.
"Kami tidak tahu secara perinci bagaimana saat itu gunung meletus, tetapi katanya semburan batu ukuran telur ayam sampai 10 km atau sampai perkotaan Garut sekarang," katanya.
Menurut dia, jika Gunung Guntur meletus, risiko bahaya bagi kehidupan manusia cukup besar, karena mulai radius 3 km dari puncak gunung sudah terdapat rumah penduduk.
Bahkan, hingga radius 10 km, kata Ade, terdapat objek wisata pemandian air panas dan perhotelan, kawasan perkotaan padat penduduk dan kompleks pemerintahan daerah.
Ia menilai keberadaan Gunung Guntur berbeda dengan gunung api lainnya di Indonesia yang jarak dari puncak gunung ke permukiman padat penduduk cukup jauh.
"Kalau di sini coba lihat 3 km dari kawah banyak permukiman penduduk, saya membayangkan bagaimana dampaknya jika benar ini meletus," katanya.