REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Rakhmad Zailani Kiki*
Kita patut bersyukur dan mengapresiasi wakil rakyat di Komisi III DPR RI yang memberikan suara mayoritas kepada Profesor Arief Hidayat sehingga terpilih menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Profesor Mahfud MD dengan salah satu alasan utamanya, yaitu ketegasan Profesor Arief Hidayat menolak pernikahan sejenis karena tidak dibenarkan oleh UUD 1945 dan Pancasila.
Ketegasan Profesor Arief Hidayat memang bukan tanpa dasar. Para pengusung HAM kerap mendesak agar pemerintah dan DPR RI mengesahkan pernikahan sejenis seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara di dunia.
Pernikahan sejenis, khususnya lelaki dengan lelaki, umumnya berawal dari hubungan intim; istilah bakunya lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL). Jadi, berbeda dengan pernikahan yang normal yang umumnya merupakan pengesahan dari hubungan intim (nikah dulu, kemudian berhubungan intim). Sedangkan, pernikahan sejenis umumnya merupakan pengesahan setelah terjadinya LSL (berhubungan intim dulu, kemudian menikah). LSL merupakan hubungan yang menyimpang dan berisiko sehingga dari data yang ada disebutkan bahwa penderita HIV&AIDS akibat dari LSL di Indonesia cukup tinggi.
Menurut perkiraan para ahli dan Badan PBB, dengan memperhitungkan jumlah penduduk lelaki dewasa, jumlah LSL di Indonesia pada 2011 diperkirakan lebih dari tiga juta orang, padahal pada 2009 angkanya 800 ribu orang. Jadi, hanya dalam waktu dua tahun, jumlah LSL meningkat lebih dari 300 persen. Bahkan, diperkirakan pada 2013 ini jumlahnya lebih besar lagi.
Khususnya di Jakarta, jumlah LSL diperkirakan telah melampaui angka seratus ribu orang. Dengan data seperti ini maka sudah seharusnya kita prihatin, apalagi bagi orang tua yang memiliki anak remaja khususnya di DKI Jakarta, karena sebagian LSL berasal dari kalangan remaja.
Pelaku dari LSL disebut dengan gay, istilah lainnya homo. Menurut Kamus Wikipedia, kata gay berasal dari Inggris pada abad ke-12 yang memiliki akar kata dari bahasa Perancis gai yang arti sesungguhnya adalah “sukacita”, “kebebasan”, “bersinar”, dan “bergairah”. Namun kini, gay menjadi sebuah gaya hidup. Di Jakarta, jumlah gay sekarang ini di atas 5000 orang, itu pun yang sudah terdata.
Jika jumlah ini ditambahkan dengan yang belum terdata, mungkin dua atau tiga kali lipatnya. Bahkan, jika mengikuti data LSL maka jumlah gay di Jakarta di atas seratus ribu orang. Mungkin data-data yang berbeda ini debatable, namun fakta yang dilihat sehari-hari di Jakarta bisa menunjukkan bahwa gay dan komunitasnya, terlebih yang berusia remaja, muncul bak jamur pada musim hujan.
Mereka mudah untuk ditemui di salon-salon kecantikan, spa, fitness center, hotel, mal, restroom, dan tempat-tempat lainnya yang tersebar di lima wilayah. Untuk mengetahui secara persis tempat-tempat tersebut kita cukup membuka situs internet atau blog yang menginformasikan keberadaan komunitas ini. Walhasil, Jakarta benar-benar darurat gay!
Pertanyaannya, mengapa gay bisa tumbuh begitu pesat? Menurut dr Rita Fitriyaningsih yang sudah sembilan tahun menjadi mitra LSL atau GWL (Gay, Waria, Laki-laki seks dengan laki-laki) bahwa gay merupakan tren, sebuah gaya hidup atau perilaku yang menyimpang.
Perilaku gay dapat menular kepada orang lain. Dengan kata lain, orang yang tadinya tidak gay dapat menjadi gay jika terus berinteraksi atau berada di dalam komunitas gay. Maka, salah satu solusi agar seseorang tidak menjadi gay adalah tidak berada dalam komunitas tersebut. Namun demikian, sebagai sebuah fakta sosial, gay harus didampingi agar mereka tidak melakukan hubungan yang berisiko sehingga dapat terkena HIV.
Sedangkan, dari sudut Islam, beberapa hadis disebutkan bahwa gay terlahir dari hubungan suami istri tanpa berlindung dengan Allah SWT. Iblis berucap, “Aku minta agar Allah membiarkanku ikut bersama dengan orang yang berhubungan dengan istrinya tanpa berlindung dengan Allah maka setan ikut bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada setan.”
Al-Hakim, At-Tirmizi, dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, ia berkata, “Apabila seseorang menyetubuhi istrinya dengan tidak menyebut nama Allah, jin akan menyelinap dalam saluran kencingnya dan ikut serta dalam bersetubuh.”
Di dalam kitab Tahrim al-Fawahisy, ath-Thurthusi diceritakan dalam bab Min Ayyi Syai'in Yakunu al-Mukhannats, katanya, Ibn Abbas berkata, “Al-mukhannats (laki-laki yang seperti perempuan atau banci) adalah anak-anak jin.” Lalu, ia ditanya kembali, “Bagaimana itu bisa tejadi?” Ibnu Abbas menjawab, “Allah dan Rasul-Nya telah melarang seseorang menyetubuhi istrinya pada waktu haid. Jika ia menyetubuhi istrinya pada kondisi demikian, setan mendahuluinya, dan setelah istrinya hamil, ia akan melahirkan seorang mukhannats (banci atau gay).”
Kesimpulannya, seseorang menjadi gay karena terlahir sebagai gay dari hubungan intim suami istri yang tidak mematuhi syariat Islam dan juga karena terpengaruhi oleh orang atau komunitas gay. Mari kita jaga diri, anak, dan famili kita agar tidak menjadi gay.
Juga kita jaga agar gay tidak mendapat legalisasi dan perlindungan dari negara karena perilaku ini bukan sekadar fakta sosial, melainkan bencana bagi sebuah bangsa. Bahkan di sebuah hadis sahih dinyatakan, LSL dapat mempercepat datangnya kiamat. Na`udzubillaahi mindzaalik.
*Penulis adalah Koordinator Pengkajian JIC