Selasa 02 Apr 2013 15:45 WIB

Kemenko Polhukam: Bukan Salah Intel Kalau Rusuh

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: A.Syalaby Ichsan
 Sejumlah polisi memblokade akses menuju Kantor Walikota Palopo saat terjadi kerusuhan di Palopo, Sulawesi Selatan, Ahad (31/3).
Foto: Antara/Aldy-Palopo Post
Sejumlah polisi memblokade akses menuju Kantor Walikota Palopo saat terjadi kerusuhan di Palopo, Sulawesi Selatan, Ahad (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aparat keamanan enggan disalahkan terkait maraknya aksi kerusuhan, termasuk kasus pembakaran fasilitas publik di Kota Palopo, Sulawesi Selatan.

Deputi VII Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Marsekal Muda Agus Barnas menyatakan, aparat penegak hukum sudah bekerja sesuai prosedur. 

Setiap terjadi peningkatan gejolak keamanan, kata dia, aparat selalu disiagakan dan meningkatkan kewaspadaan. “Saya pikir tidak kecolongan. Aparat sudah mengantisipasinya,” kata Agus, Selasa (2/4).

Menurut dia, koordinasi yang dilakukan Polri dan TNI selalu intensif dilakukan. Hanya saja, setiap kerusuhan selalu didahului kumpulan massa atau pendemo yang menggelar aksi.

Misalnya, ketika mereka demo, tentu pemerintah tidak bisa melarang. Hanya, ia menambahkan, memang para perusuh itu dapat memanfaatkan celah-celah antara aturan atau undang-undang. “Biasanya saat demi itu, ada yang tiba-tiba anarkis karena provokasi,” ujarnya.

 Agus menilai, sangat tidak adil kalau kepolisian atau militer dan aparat intelijen yang selalu disalahkan setiap terjadi kerusuhan.

Kalau pemerintah bisa melarang aksi demonstransi, maka tentu tidak bakal ada aksi anarkis di Indonesia. Namun, pemerintah lebih memilih memberi keleluasaan publik untuk menyalurkan aspirasinya. “Seandainya, demo dilarang, tidak akan ada anarkis seperti itu.”

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement