Senin 01 Apr 2013 15:31 WIB

‘Kinerja Intelijen Kurang Optimal’

Rep: Dyah Ratna Meta Novi/ Red: Dewi Mardiani
 Sejumlah polisi memblokade akses menuju Kantor Walikota Palopo saat terjadi kerusuhan di Palopo, Sulawesi Selatan, Ahad (31/3).
Foto: Antara/Aldy-Palopo Post
Sejumlah polisi memblokade akses menuju Kantor Walikota Palopo saat terjadi kerusuhan di Palopo, Sulawesi Selatan, Ahad (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Indra mengatakan, rapuhnya keamanan negara di Indonesia salah satunya disebabkan oleh kinerja intelijen yang kurang optimal. Jika optimal, kerusuhan di Palopo, kasus penyerangan lapas Cebongan, dan kasus pembakaran Mapolres OKU tidak akan terjadi.

Kasus-kasus kerusuhan ini, terang Indra, menunjukkan intelijen tidak mampu melakukan langkah antisipasi. Seharusnya, kata dia, mereka bisa memetakan masalah yang akan terjadi. “Sehingga pencegahan bisa dilakukan,” katanya di Gedung Parlemen, Senin, (1/4).

Sebagai contoh, ujar Indra, dalam kasus penyerangan Lapas Cebongan, intelijen seharusnya mampu memetakan apa yang akan terjadi selanjutnya. Sebelum penyerangan, terdapat anggota Kopassus yang diserang. Seharusnya intelijen mampu memetakan kemungkinan adanya serangan balik terhadap para penyerang anggota Kopassus tersebut.

Namun, terang Indra, intelijen sering gagal mencegah terjadinya kerusuhan. Early warning system di intelijen harus segera diperbaiki. “Ini perlu dilakukan untuk  mencegah terjadinya kerusuhan yang akan datang,” terangnya.

Selain lemahnya intelijen, kata Indra, berbagai kerusuhan terjadi di Indonesia juga disebabkan oleh rendahnya kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum, terang Indra, mendorong mereka untuk main hakim sendiri. Akibatnya masyarakat cenderung menyelesaikan msalah dengan cara kekerasan yang mereka anggap benar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement