REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tewasnya seorang Kapolsek di Sumatera Utara (Sumut) akibat dikeroyok puluhan warga sipil menyisakan anggapan kalau polisi tak lagi dihargai. Bahkan, peristiwa itu digenaralisasi sebagai cerminan kondisi sosial Indonesia yang tak lagi menganggap penegak hukum berwibawa.
"Bukan itu saja. Bagaimana dalam beberapa insiden kantor polisi diserang warga, pengadilan digeruduk massa. Masyarakat memang dalam kondisi kebingungan," kata pakar sosial UI Muhammad Mustofa, Jumat (29/3).
Menurutnya, tewasnya Dolok Pardamean, Rabu (27/3), merupakan rentetan peristiwa yang menggambarkan masyarakat sedang kehilangan pegangan kepercayaan. Ini karena masyarakat terlalu sering dikhianati oleh aparat hukum. Sehingga, tak heran jika kemudian melakukan aksi balasan ketika ada kesempatan."Pengeroyok ini sudah tahu kalau korbannya seorang polisi, lalu kenapa tetap dikeroyok. Ini juga karena norma mana yang benar dan salah sudah tidak diketahui lagi oleh masyarakat," tambahnya.
Menurutnya, pemerintah gagal memerhatikan dinamika yang ada di masyarakat. Termasuk gagal memberikan kehidupan rukun dan damai. Bukan hanya tak mendapatkan keamanan, malah tak jarang masyarakat justru dirugikan oleh perilaku oknum penegak hukum di negeri ini.
"Ini sudah genting. Polisi saja mati di tangan masyarakat yang dilindunginya. Pemerintah mau tak mau menjadi satu-satunya yang bisa diminta tanggung jawab," kata dia.
Saat ini, lanjut Mustofa, saatnya pemerintah memberikan rasa aman kepada emua orang di negeri ini. Caranya, dengan membangkitkan para penegak hukum yang mampu bersinergi bersama masyarakat membasmi kejahatan. Bukan malah membuat posisi penegak hukum berseberangan dengan masyarakat. "Masyarakat sedang mencari keseimbangan. Pemerintah sebenarnya paham, tapi tidak juga bertindak, jangan sampai peristiwa semacam ini terulang," ujarnya.