REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sebanyak 50 anak yatim dari berbagai panti asuhan di Kota Surabaya, Jawa Timur, dididik memiliki jiwa pengusaha.
Pendidikan itu diselenggarakan Yayasan Al Madinah bekerja sama dengan Universitas Ciputra. "Anak-anak yatim berusia 12 hingga 14 tahun atau setingkat SMP ini kami didik berjiwa wirausaha dalam tiga level dan mereka dipantau langsung oleh tim dari Universitas Ciputra Surabaya, termasuk para mahasiswa," kata Ketua Yayasan Al Madinah Dr Syarif Thayib, MSi di Surabaya, Jumat (29/3).
Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya ini mengemukakan untuk angkatan pertama program tersebut sudah memasuki level ketiga. Diharapkan setelah menyelesaikan program tersebut, anak-anak yatim terus memiliki jiwa mandiri dan terdorong untuk maju dengan memiliki usaha sendiri sejak dini.
Pada level pertama, katanya, anak-anak yatim tersebut diharuskan melakukan penjualan langsung. Saat itu mereka menjual kue kering yang dibeli dari produsen. Kue-kue tersebut dikemas kembali sehingga lebih menarik dan kemudian dijajakan langsung ke konsumen di Tamal Bungkul Surabaya.
"Pada tahap ini kami ajari mereka berani langsung berhadapan dengan calon pembeli. Sementara pada level kedua kami ajari mereka menjadi EO atau pengorganisir kegiatan bisnis. Saat itu mereka membuat acara pameran di sebuah mal di Surabaya dengan bantuan modal dari kami, tentu kami bantu juga pengurusan izin," kata Syarif.
Ia mengemukakan pada level kedua ini anak-anak yatim dilatih untuk mencari sendiri calon peserta pameran tersebut, sehingga mereka memiliki keberanian yang lebih tinggi lagi dibandingkan dengan level pertama.
"Untuk level ketiga ini kami ajari mereka mengembangkan produk yang lebih baik lagi. Kami tekankan pada mereka mengenai kejujuran, keluwesan dan kepedulian. Kami tanamkan betul pada mereka bagaimana melayani pelanggan betul-betul sebagai raja," kata Syarif yang juga Direktur Logos Institute itu.
Lebih jauh Syarif mengatakan melalui pelatihan wirausaha tersebut diharapkan mereka yang sudah lulus, nantinya menjadi model bagi anak yatim yang lainnya agar memiliki jiwa yang lebih berdaya di masa depannya. "Kami berharap nantinya tidak ada lagi kegiatan keagamaan yang mengeksploitasi anak yatim. Mereka tidak boleh memiliki mental penerima, tetapi harus produktif," katanya mengakhiri.