REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Febi Yonesta mengatakan penghapusan KRL ekonomi telah melanggar Pasal 153 ayat 1 UU No 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian.
Sebab kebijakan membuat PT KAI dinilai berupaya melepas tanggung jawabnya memberikan tarif yang dapat dijangkau warga menengah ke bawah.
Karenanya, Febi berpendapat PT KAI harusnya melakukan koordinasi dengan pemerintah sebelum penghapusan KRL ekonomi dilakukan. Jika tidak, aksi blokir rel sebagai bentuk penolakan atas kebijakan tersebut akan terjadi dimana-mana.
"Kami khawatir kerugian yang sangat besar akan diderita PT KAI apabila tidak ada kebijakan yang berpihak pada penumpang," tegas dia.
Sebelumnya penumpang kereta rel listrik (KRL) ekonomi menolak keras rencana PT KAI yang bakal menghapus transportasi massal itu mulai 1 April 2013 mendatang.
Mereka meminta pemerintah mencarikan solusi alternatif agar rakyat kecil tidak menjadi korban akibat kebijakan tersebut.
Tari, juru bicara Persatuan Penumpang dan Pengguna Jasa KRL Ekonomi mengatakan, penumpang menolak kebijakan itu karena tidak sanggup menjangkau tarif commuter line yang mahal. Mereka merasa tarif commuter line yang sebesar Rp 8.500 itu akan sangat membebani biaya transportasi rakyat. Karenanya Tari meminta PT KAI mencarikan jalan tengah bagi permasalahan ini.