Rabu 27 Mar 2013 01:05 WIB

HMI Menjaga Marwah Bangsa dan Ajaran Agama

Rep: M Subarkah/ Red: M Irwan Ariefyanto
Aksi mahasiswa yang tergabung di HMI
Foto: Antara
Aksi mahasiswa yang tergabung di HMI

REPUBLIKA.CO.ID,Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) muncul dari kegelisahan Lafran Pane. Dia gelisah karena melihat calon-calon intelektual Muslim tidak bangga dengan identitasnya!'' Pernyataan Ketua Umum HMI cabang Yogyakarta pada dekade awal 80-an, Lukman Hakiem, memang terasa mengena bila ingin merunut semangat pendirian organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia ini.

Tak hanya itu, Lukman kemudian menukil pada penuturan Lafran Pane yang pertama kali diucapkannya sekitar tahun 1948 atau setahun setelah HMI itu berdiri: “Banyak orang-orang, terutama kaum terpelajar, biarpun menganut agama Islam, malu mengakui terus terang bahwa ia beragama Islam dan ada pula yang mengatakan bahwa agama ini tidak sesuai dengan zaman, pendeknya mereka menganggap rendah agama ini.”

Pernyataan Lafran ituah yang terbawa hingga sekarang. Melintasi tahuan demi tahun dan pergantian generasi, HMI telah terbuti menjadi 'pohon kader' yang besar sekaligus punya akar yang kuat. Ide dan gagasan Lafran bersama para pendiri HMI lainnya, seperti  Mintaredja, Ahmad Tirtosudiro, Ushuluddin Hutagalung, dan M Sanusi ternyata terasa benar adanya. Seiring dengan datangnya kemerdekaan, secara perlahan tapi pasti kaum cendekia Muslim mampu berdiri dan mengatur bangsanya secara mandiri.

''Jasa besar Lafran Pane untuk bangsa ini adalah prakarsanya melahirkan HMI. Generasi yang datang kemudian, seperti Deliar Noer dan Nurcholish Madjid, memperkuat HMI dengan memberi warna intelektual. Deliar Noer datang dengan gagasan membina para anggota HMI agar menjadi ‘intelektual-ulama, ulama-intelektual’, sedangkan Nurcholish Madjid harus dikenang karena jasanya merumuskan ‘ideologi’ HMI berupa Tafsir Asas HMI yang disebut Nilai Dasar Perjuangan (NDP),'' ujar Lukman

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement