REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, menyarankan relokasi di lokasi longsor Kecamatan Cililin idealnya perlu dilakukan.
"Akan tetapi hal tersebut sulit dilakukan karena berkaitan dengan mata pencaharian dan sosial budaya masyarakat," kata Sutopo, Selasa (26/3). Menurut Sutopo relokasi adalah pilihan terakhir dalam penanggulangan bencana karena faktanya sulit masyarakat dipindahkan.
Di Indonesia, lanjut Sutopo, terdapat 124 juta jiwa masyarakat yang berada di daerah rawan longsor sedang hingga tinggi yang tersebar di 270 kabupaten/kota. Artinya ada 124 juta jiwa yang berdiam di lokasi rawan longsor seperti di Kecamatan Cililin. "Apakah semua juga harus direlokasi? Tentu tidak. Yang diperlukan adalah bagaimana masyarakat memiliki kemampuan antisipasi dan proteksi terhadap longsor," jelas Sutopo.
Sutopo juga mengungkapkan masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor sebagian besar adalah masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah. Kemampuan memproteksi diri juga rendah. Mereka bercocok tanam di daerah perbukitan yang justru meningkatkan kerentanan tanah. "Jadi di Indonesia terdapat lingkaran setan antara kemiskinan dan bencana," ujar Sutopo.
Sutopo menambahkan mitigasi bencana menjadi tugas bersama, baik pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Peta risiko bencana longsor hendaknya dijadikan acuan dalam penataan ruang. "Sosialiasi diintensifkan dan lingkungan ditingkatkan kelestariannya. Agroforestri dapat menjadi model pengembangan bgi daerah-daerah rawan longsor."