REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pencalonan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua umum Partai Demokrat telah disepakati 33 DPD Partai Demokrat. Kesepakatan itu diperoleh setelah pertemuan pengurus DPD dengan Majelis Tinggi Partai Demokrat di Cikeas, Bogor, Ahad (24/3) kemarin.
Ketua DPD Demokrat Bali Made Mudarta menjelaskan, usulan pencalonan SBY pertama kali diusulkan dirinya. Lantaran, aspirasi semua DPC Demokrat Bali memang menginginkan SBY menjadi ketum.
"Kami sudah sembayang di tujuh titik puri. Nama yang kami dapatkan ya itu, nama Pak SBY," kata Mudarta saat dihubungi Republika, Senin (25/3).
Ternyata, lanjut dia, usulan tersebut tidak hanya berasal dari DPD Bali. 25 DPD lainnya juga mengusulkan Demokrat dipimpin SBY. Sisanya, mengusulkan nama Ani Yudhoyono dan Edhi Baskoro Yudhono (Ibas). Tetapi, setelah berlangsung diskusi yang cukup panjang, seluruh DPD sepakat akan mengusung SBY sebagai ketum Demokrat.
Mudarta menambahkan, mulanya SBY cukup terkejut mendengarkan aspirasi dari seluruh DPD. Karena saat ini SBY tengah fokus menyelesaikan tugasnya sebagai presiden Indonesia. Sehingga dikhawatirkan bila menjabat sebagai ketum Demokrat, kosentrasinya akan terpecah untuk melayani rakyat.
"Tapi kami sampaikan bahwa 27 juta warga Demokrat juga rakyat Indonesia. Yang mampu mengantarkan kejayaaan Partai Demokrat hanya Pak SBY," kata Mudarta menjelaskan.
Akhirnya, setelah mendengarkan kembali masukan dari perwakilan DPD, menurut Mudarta SBY mengambil sikap. Dia mempertimbangkan agar usulan DPD dibawa ke forum kongres luar biasa (KLB). "Silakan dibahas nanti di forum KLB," ujar Mudarta menirukan ucapan SBY.
Mendengar ucapan SBY tersebut, semua DPD menurut Mudarta sudah lega. Karena di tengah kondisi partai dengan elektabilitas yang semakin menukik, hanya sosok SBY yang dinilai mampu menyelamatkan Demokrat.
SBY dinilai sebagai sosok ketum yang luar biasa. Serta pemimpin yang paripurna. Yang mampu memimpin rumah tangga, organisasi, serta negara dengan cakap dan sukses. "Kami yakin beliau mampu bekerja 26 jam per hari. 24 jam untuk negara, 2 jam untuk partai," katanya menjelaskan.