REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus penembakan ke dalam Lapas Sleman oleh oknum bersenjata akan memberi contoh buruk dalam penegakan hukum. Para penjahat akan meniru cara-cara brutal seperti Itu untuk membebaskan rekan-rekannya yang berada di penjara.
“Pada suatu saat akan ada orang jahat yang punya uang , kemudian menyewa kelompok bersenjata untuk membebaskan teman penjahatnya yang sedang berada di dalam penjara. Ini seperti dalam film-film. Tapi ini nyata dan akan ditiru,” kata Pakar Hukum Pidana UI Abdul FIckar Fajar saat dihubungi ROL, Ahad (24/3).
Menurut Abdul, petugas lapas sebenarnya hanya disiapkan untuk menghadapi serangan dari dalam, yaitu narapidana yang cenderung tak memiliki senjata. Sehingga, mereka tak akan sanggup menahan serangan dari luar apalagi kelompok bersenjata.
Abdul melanjutkan, jika memang benar rumor yang beredar bahwa kelompok itu adalah oknum TNI, maka ia menilai pemerintah , dalam hal ini Presiden RI memiliki kelemahan. Presiden sebagai pangila tertinggi tidak memiliki komando untuk mengkoordinasikan antara TNI dan Polri.
“Presiden tidak bisa membina. Ini menjadi indicator kelemahan pemerintah dalam hal koordinasi kepolisian dan tentara, “ kata Abdul.
Seperti diketahui, empat orang tahanan tewas di dalam lokasi sel setelah adanya penyerangan tak kurang dari 17 orang bersenjata pada Sabtu (23/3) dini hari. Mereka meloncat pagar sebelum akhirnya memaksa dan melumpuhkan sipir untuk kemudian mengeksusi ditempat empat orang asal luar DIY itu.
Keempatnya merupakan pelaku pengeroyokan yang menewaskan anggota Kopassus, Sertu Santosa saat menyamabangi tempat hiburan malam Hugo's Cafe, Sleman Selasa (19/3) lalu.