Sabtu 23 Mar 2013 20:33 WIB

Earth Hour, Langkah Kecil Menyelamatkan Bumi

Rep: Gita Amanda / Red: M Irwan Ariefyanto
Bundaran HI ketika Earth Hour
Foto: Republika
Bundaran HI ketika Earth Hour

REPUBLIKA.CO.ID,Tak terasa lima tahun sudah penyelenggaraan kampanye Earth Hour digelar di Indonesia. Tahun ini, Earth Hour akan kembali diselenggarakan di sejumlah kota di Indonesia pada 23 Maret 2013, pukul 20.30 - 21.30, waktu setempat. Tentu semua tahu mudahnya mengikuti kampanye yang kali pertama dicetuskan World Wild Fund (WWF) Australia dan Leo Burnett Sydney ini. Masyarakat hanya diminta mematikan lampu dan alat elektronik yang tidak terpakai selama lebih kurang 60 menit.

Earth Hour digaungkan akibat perubahan iklim yang terasa makin mengancam kehidupan bumi. Berawal dari 2007, Earth Hour berkembang pesat jika dilihat dari partisipasi negara, kota, dan pendukung individu.

Menurut Koordinator kampanye, program iklim dan energi WWF Verena Puspawardani, data terakhir 2012, Earth Hour mencatat dukungan dua miliar orang di 7.001 kota dari 152 negara. Pertama kali Earth Hour dilaksanakan di Indonesia, hanya Jakarta yang ikut serta. Kini sejumlah kota besar di Indonesia turut mengkampanyekan Earth Hour.  Sepintas, kata Verena, mematikan listrik selama satu jam memang terkesan sepele. Padahal, jika dihitung secara akumulatif begitu besar energi yang berhasil dihemat.

Dari data yang dihimpun Earth Hour WWF Indonesia, pada 2012 lalu, kegiatan ini berhasil menghemat listrik sebesar 214 megawatt. Jika dikonversikan ke dalam nilai ekonomi, Indonesia berhasil menghemat pembayaran listrik sebesar Rp 800 juta.

Hemat listrik, kata Verena, tak lalu berhenti pada hemat biaya. Yang tidak disadari masyarakat adalah semakin tinggi konsumsi listrik, makin tinggi pula emisi karbon yang dihasilkan dari pembangkit listrik.

Saat ini, 60 persen pembangkit listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar fosil. Sementara pembakaran bahan bakar fosil adalah penyebab utama terjadinya pemanasan global yang berdampak pada meningkatnya suhu bumi. Pada 2007 lalu, Earth Hour bertujuan mengurangi gas rumah kaca di Australia sebanyak lima persen. "Saat ini, gaya hidup ramah lingkungan juga tecermin dengan menggunakan kendaraan umum, bersepeda, hemat air, dan menanam pohon," ujarnya.

Tak Sekadar Seremonial. Menurut Direktur Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Maritje Hutapea, momen Earth Hour tak sekadar seremoni belaka. Lebih jauh, gerakan tersebut dapat menjadi semacam pe - micu kesadaran masyarakat untuk menghemat energi.  Meski kelihatannya kecil, tapi mematikan listrik selama satu jam memiliki efek luar biasa. "Listrik yang dihemat pun jumlahnya tak sedikit," ujar Maritje. Dari Rp 800 juta uang dapat dihemat pada Earth Hour tahun lalu, banyak manfaat yang dapat diperoleh.

Misalnya, uang tersebut dapat dialo kasikan untuk pembangunan pembangkit listrik di daerah terpencil atau dialokasikan ke hal lain seperti kesehatan dan pendidikan.

Menurut Maritje, penghematan yang dilakukan setiap orang pada dasarnya bermanfaat bagi dirinya sendiri. Bayangkan berapa uang yang bisa dihemat jika masyarakat sadar untuk menggunakan listrik dan energi secara bijak.

Dari data yang dihimpun timnya, Maritje mengungkapkan, Indonesia saat ini memiliki total kapasitas pembangkit listrik sebesar 40 ribu megawatt. Namun, dari total tersebut baru 76 persen penduduk Indonesia yang dapat menikmati listrik, sisanya masih sulit dijangkau listrik.

Padahal, faktor kemajuan ekonomi suatu daerah cukup bergantung pada listrik. Listrik memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. "Sudah sepatutnya masyarakat menggunakan listrik tepat guna. Jangan biarkan menyala kalau tidak digunakan," kata Maritje.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement