Jumat 22 Mar 2013 21:54 WIB

Nur Mahmudi Imbau Jangan Tergantung Pada Beras

Rep: Alicia Saqina/ Red: Djibril Muhammad
 Beras yang disalurkan Bulog kepada masyarakat.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Beras yang disalurkan Bulog kepada masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Berdasarkan data nasional, saat ini kondisi produksi atau ketersediaan bahan pangan di Indonesia, berada dalam status darurat. Bahan pangan lokal tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga untuk pemenuhannya, Indonesia masih harus mengimpor.

Melihat permasalahan tersebut Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail mengatakan, agar masyarakat Indonesia, khususnya warga Depok melakukan diversifikasi pangan.

Ia menjelaskan, banyak hal yang masyarakat dapat lakukan untuk berdiversifikasi pangan. Sebagai contoh, untuk tidak ketergantungan terhadap beras dan nasi.

Nur mengatakan, masyarakat bisa mengganti nasi dengan bahan pangan lainnya, seperti umbi-umbian. Menurutnya, Indonesia memiliki sekitar 77 jenis umbi-umbian. "Ada 77 jenis, banyak sekali," ujar Nur, Jumat (22/3), di Depok, Jawa Barat.

Sebagai orang yang mempelajari ilmu pangan, ia menegaskan, agar masyarakat menyadari untuk mengurangi ketergantungan pangan-pangan impor dan eks impor.

Sayangnya, ia mengungkapkan, masih banyak masyarakat juga warga Depok yang menganggap pengonsumsian umbi-umbian, bukanlah makan besar. "Kita hanya menganggapnya sebagai camilan," ujarnya.

Padahal, ujarnya, umbi-umbi dan kacang-kacangan dapat menjadi karbohidrat saat disantap bersama lauk-pauk. Ia melanjutkan, yang lebih mengkhawatirkan ialah, saat kebutuhan pemenuhan pangan di Indonesia terus meningkat.

Sebab, setelah mengonsumsi umbi dan kacang-kacangan sebagai camilan tadi, masyarakat masih saja membutuhkan nasi. Sehingga, Indonesia terus saja melakukan import pangan.

Terkait status darurat pangan yang tengah di hadapi Indonesia saat ini, Nur mengatakan, kondisi pangan nasional sedang terdisorientasi. "Kebutuhan sekarang meningkat. Tadinya sebanyak 46 persen kita tidak menggunakan padi," katanya melanjutkan.

Selain itu, kebutuhan konsumsi akan terigu juga naik, dari 0 sampai sekarang sebesar 14 persen. "SOS statusnya. Pengganti selain nasi dianggap bukan makanan berat," kata Nur.

Mayoritasnya, masyarakat menilai petani atau penanam komoditas selain padi berada di posisi ke dua. Padahal, jumlah lahan di Indonesia yang ditanami padi hanya sekitar 7,2 juta hektare saja.

Bila dibandingkan dengan luas areal pertanian yang ada, jumlah tersebut hanya senilai satu koma sekian persen saja. "Lalu selebihnya apa. Lebih dari itu kita ngos-ngosan impor,'' ujarnya.

Oleh karena itu Pemkot berharap, agar dengan warga Depok berdiversifikasi pangan, maka kebutuhan pangan lokal akan terpenuhi. Menurutnya, diversifikasi bukan hanya cukup untuk pemenuhan pangan nasional, tetapi nantinya mampu melakukan ekspor. Targetnya, menghasilkan 20 juta ton beras per tahun.

Demi mendukung hal tersebut, Pemkot Depok menyebut telah melaksanakan gerakan satu hari tanpa nasi atau One Day No Rice (ODNR) sejak September 2011. Dari pelarangan impor pula, terangnya, Kementerian Pertanian (Kementan) RI mengimbau kepala daerah untuk menyukseskan penganekaragaman pangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement