REPUBLIKA.CO.ID, KARANG TENGAH -- Rencana normalisasi dan penataan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Pesanggrahan diagendakan tuntas pada 2014 mendatang. Namun agenda normalisasi masih tersandung masalah pembebasan lahan.
Anggaran normalisasi Kali Pesanggrahan mencapai Rp 400 miliar yang di dalamnya termasuk biaya ganti rugi pembebasan lahan. Pembebasan lahan yang dikomandoi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta acap kali terbentur ulah mafia spekulan tanah.
Dari pantauan Republika, Kamis (21/3), Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Selatan masih berupaya membujuk warga agar mau direlokasi ke Rumah Susun (Rusun) yang telah disiapkan.
Untuk normalisasi Kali Pesanggrahan totalnya sepanjang 26,7 kilometer dilakukan dengan melebarkan sungai dari 10-15 meter menjadi 30-40 meter.
Besarnya anggaran normalisasi Kali Pesanggrahan yang besar ini menjadi perhatian khusus Ketua Kelompok Tani Lingkungan Hidup (KTLH) Sangga Buana, Babeh Chaerudin. Babeh Idin selaku Ketua Sangga Buana khawatir normalisasi ini hanya ladang proyek dari para pejabat saja.
"Normalisasi ini orientasinya sudah materi," ujar pria berjanggut ini di base camp-nya Jalan Taman Sari 1 - 2 Karang Tengah Jakarta Selatan.
Idin mengatakan, normalisasi itu bukan hanya bicara tiang pancang konstruksi saja, yang harus di perhatikan itu bagaimana membangun roh dan rona dari Kali Pesanggrahan ini.
"Untuk membangun rona ini yang harus dipikirkan itu bagaimana persoalan baik hulu dan hilir dari Kali Pesanggrahan," kata pahlawan Kali Pesanggrahan ini.
Idin menambahkan, dengan mengetahui persoalan hulu dan hilir ini maka normalisasi ini dapat berjalan dengan baik tanpa harus menjadi orientasi materi.
Idin mengatakan, normalisasi Kali Pesanggrahan sebenarnya bisa dilaksanakan tanpa harus ada biaya yang mahal. Dengan ilmu manajemen kearifan alam ini telah terlihat hasilnya kali ini.
"Dua puluh tahun yang lalu dengan manajemen kearifan alam ini saya bisa menormalisasi Kali Pesanggrahan, ini bisa terlihat dengan berkurangnya tumpukan sampah di Kali Pesanggrahan ini," ujar pria yang pernah mendapatkan penghargaan Kalpataru untuk pelestarian alam.
Idin mengatakan, ditakutkan akan hilangnya beberapa peradaban Islam yang tersimpan dalam riwayat Kali Pesanggrahan. Salah satu situs peradaban Islam yang ada di Kali Pesanggrahan ini yaitu adanya Kobak atau mata air yang tak pernah habis airnya meskipun saat musim kemarau.
"Kita jangan mengkramatkan situ sejarah di Kali Pesanggrahan ini, situs ini harus di lestarikan sebagai saksi bagaimana sejarah para pahlawan guna merebut kota Jakarta dari tangan penjajah," ujar pria berpeci ini.
Bertepatan dengan hari hutan (21/3), KTLH Sangga Buana bersama Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Buana Cendekia Nusantara mengajak masyarakat Jakarta untuk mengawasi normalisasi Kali Pesanggrahan ini.