Kamis 21 Mar 2013 09:17 WIB

'Subsidi BBM Lebih Tepat untuk Petani'

Petani menanam bibit di sawah. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Yusran Uccang
Petani menanam bibit di sawah. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Subsidi bahan bakar minyak (BBM) sudah saatnya dihapuskan dan lebih tepat dialihkan untuk menyejahterakan para petani lokal yang selama ini seakan terasingkan, kata Pengamat ekonomi dari Universitas Riau Ediyanus Herman Halim.

"Selama ini, kebijakan pemerintah untuk tetap mempertahankan subsidi BBM hanya berpihak pada kalangan menengah ke atas saja,"kata Ediyanus kepada Antara di Pekanbaru, Kamis.

Dia menambahkan secara tidak langsung, artinya kalangan menengah kebawah termasuk petani menjadi terasingkan.

Ediyanus menilai, kebijakan subsidi BBM merupakan suatu bentuk politisasi pihak-pihak tertentu untuk menghalangi negara ini secepatnya maju dan berkembang.

Menurut dia, sebanyak 70 persen mobil-mobil pribadi di negara ini berada di Ibukota Jakarta dimana sebanyak 50 persen diantaranya masih berbahan bakar premium.

Atau hanya sekitar 20 persennya saja yang menggunakan bahan bakar pertamax atau pertamax plus, katanya.

"Itu artinya, 50 persen kendaraan atau mobil pribadi itu masih menikmati BBM bersubsidi dari pemerintah. Tidak dapat dibayangkan berapa besar manfaat subsidi yang pada akhirnya terus saja dinikmati kalangan kaya raya, sementara yang miskin tetap saja 'menjerit'," katanya.

Pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp 274,4 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk subsidi energi. Sekitar Rp 198,3 triliun dari anggaran tersebut dialokasikan untuk subsidi BBM pada 2013.

"Jika anggaran sebesar itu dialokasikan untuk memakmurkan petani, maka hanya dalam beberapa tahun, negara ini akan terbebas dari ketergantungan hasil pertanian asing," kata Ediyanus.

Subsidi terhadap petani menurut dia merupakan hal yang krusial sehingga harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sebelum lahan pertanian di negara ini semakin menciut hingga ketergantungan asing semakin tinggi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement